Khilafah Menurut KH. Wahab Hasbulloh
Salah
satu cara memahami sejarah lahirnya Nahdlatul Ulama (NU) adalah
memahami CCI dan Komite Hijaz. Sebab diantara ketiganya ada benang merah
yang tidak dapat dipisahkan serta mempunyai konteks masing-masing dalam
setiap perkembangannya.
Syarikat Islam dan CCI
Sebelum dibentuk Central
Comite al-Islam (CCI), adalah atas usul Bratanata seorang tokoh SI
(Syarikat Islam) membentuk sebuah forum Al-Islam Kongres. Forum ini
mempunyai tujuan untuk mengurangi ketegangan dan bahaya perselisihan
khilafiyah. Dengan demikian diharapkan akan terwujud sebuah persatuan
berbagai kelompok (pemahaman) Islam yang ada dan memperkuat kekuatan
muslim, khususnya di Indonesia. Kongres Al-Islam pertama dilaksanakan di
Cirebon tahun 1921 yang dipimpin langsung oleh HOS Tjokroaminoto dan
dibantu H Agus Salim. Lagi-lagi perdebatan muncul dalam kongres
tersebut, yaitu antara kaum modernis (Muhamamdiyah dan Al Irsyad) yang
diwakili oleh Ahmad Soorkatti dan ulama tradisional oleh KH Wahab
Hasbullah dan KH R Asnawi. Yang diperdebatkan adalah persoalan madhzhab,
dimana kubu modernis mengecam madzhab sebagai penyebab lumpuhnya dan
bekunya umat Islam. Dipihak lain KH Wahab Hasbullah menuduh Muhammadiyah
dan Al Irsyad mau membuat madzhab sendiri dengan cara menafsirkan Al
Qur’an sesuka akalnya. Konflik khilafiyah tersebut membuat Kongres Al
Islam gagal membentuk CCI yang sebenarnya merupakan salah satu tujuan
diadakannya kongres.
Kongres Al Islam kedua
digelar di Garut, Jawa Barat tahun 1922 berhasil ditetapkan CCI. Namun
dalam pertemuan tersebut ulama tradisional yang biasa diwakili KH Wahab
Hasbullah tidak hadir. Ketidakhadiran beliau ternyata tetap tidak bisa
meredakan pertentangan khilafiyah.
Syarikat Islam dan CCC
Karena kondisi CCI dalam
membawa misi mendamaikan berbagai kelompok Islam tersebut gagal, maka
atas prakarsa Sarekat Islam (sekali lagi inisiatif Sarekat Islam) pada
tahun 1924 dibentuklah CCC (Central Comitte Chilafat), namun tujuannya
sudah berbeda dengan CCI. CCC lebih mengkonsentrasikan kepada persoalan
Khilafah. SI menunjuka W. Wondosoedirjo (W. Wondoamiseno) sebagai wakil
dari SI. Pada pertemuan tersebut disepakati bahwa W.Wondoamiseno
terpilih sebagai ketua CCC.
Kemudian pada tahun 1924
(24-26 Desember) CCC mengadakan Kongres Al Islam di Surabaya. Keputusan
penting dalam pertemuan tersebut adalah membahas mengenai utusan CCC ke
“Muktamar Dunia Islam” di Kairo dan memutuskan apa saja yang perlu
disampaikan dalam forum internasional tersebut, yaitu : pertama masalah
khilafat harus dipegang “Majelis Ulama” dan berpusat di Mekah. Kedua,
utusan yang akan dikirim adalah KH Fahruddin (Muhammadiyah),
Surjopranoto (SI) dan KH Wahab Hasbullah (atas naam Ketua Perkumpulan
Agama di Surabaya) ditambah HOS Tjokroaminoto dan Ahmad Soorkatti.
Perlu dicatat dan
ditegaskan di sini bahwa khilafah yang akan dibahas dalam “Muktamar
Dunia Islam” dalam hal ini adalah atas prakarsa para ulama Al Azhar atas
kecamuk di jaizarh Arab antara Ibnu Suud (Arab), Syarif Husein dan
Syarif Ali (Raja Hijaz) di saat kekhalifahan di Turki (Khalfiah Muhammad
VI) jatuh dan dikuasi oleh Kemal Pasya. Karena kondisi inilah
pembahasan soal Khilafah di Mesir gagal dan utusan CCC juga batal
berangkat sampai batas tidak ditentukan.
Perubahan geopolitik yang
terjadi saat itu ternyata juga membawa kabar berita tentang adanya
larangan bermadzhab, berziarah dan tatacara beribadah menurut madzhab.
Itu terjadi setelah Ibnu Saud memenangkan perebutan kekuasaan dengan
Raja Hijaz (Syarif Ali).
Pada tahun 1925 CCC
mengadakan Kongres Al Islam di Yogyakarta yang keempat (21-27 Agustus
1925) yang dipimpina oleh W.Wondoamiseno, KH Wahab Hasbullah buru-buru
menyampaikan pendapat mengenai rencana diadakannya “Mtktamar Alam
Islami” yang akan dilangsungkan di Mekkah. Sebenarnya saat itu CCC belum
menerima pemberitahuan kapan akan diadakannya muktamar tersebut, namun
KH Wahab Hasbullah meminta dengan sangat bahwa CCC yang nanti berangkat
ke Mekkah harus mendesak Raja Ibnu Saud untuk melindungi kebebasan
bermadzhab. Sistem bermadzhab yang selama ini berjalan di tanah Hijaz
harus tetap dipertahankan.
Kemudian datanglah
undangan dari Raja Ibnu Saud kepada CCC untuk ikut hadir di Muktamar
Alam Islami di Mekkah yang akan dilakanakan bulan Juni 1926 (perlu
digaris bawahi ini berbeda dengan muktamar sebelumnya yang diprakarsai
oleh ulama al Azhar).
Sebelum CCC mengadakan
kongres kelima di Bandung (Februari 1926), KH Wahab Hasbullah merasakan
ada gelagat bahwa apa yang diusulkan dalam kongres di Surabaya kurang
mendapat perhatian. Beberapa kali upaya mendekati tokoh CCC dalam
membantu misinya memperingatkan Raja Ibnu Saud kurang mendapat respon
baik, maka pada bulan Januari 1926, beliau menyiapkan Komite Hijaz yang
kelak akan dijadikan wadah untuk memperjuangkan usulannya.
Dalam kongres CCC
dibandung tersebut KH Wahab Hasbullah tidak bisa hadir, karena ayah
beliau tiba-tiba sakit keras. Dengan demikian, maka ketidakhadiran
beliau dalam kongres CCC tersebut memuluskan pihak-pihak lain yang
sedari awal lebih condong pada kebijakan Raja Ibnu Saud. Dan sejak itu
pula hubungan KH Wahab Hasbullah dengan CCC sudah pudar (meski september
1926 utusan CCC menyampaikan hasil muktamar di Mekkah dalam Kongres
keenam di Surabaya.
Sebelum utusan CCC
berangkat ke Muktamar Alam Islami di Mekkah pada 2 Maret 1926, pada 31
Januari 1926 Komite Hijaz mengundang para ulama untuk mengadakan
pembicaraan mengenai utusan yang akan dikirim ke Mekkah (lewat komite
hijaz lah akhirnya KH Wahab Hasbullah menyampaikan usulnya, dan
meninggalkan CCC). Dalam kesempatan itu pula ditetapkan berdirinya
Nahdlatul Ulama sebagai wadah organisasi yang mengutus para ulama ikut
Muktamar Alam Islami di Mekkah, dan tentu dengan misi mengenai menjaga
tradisi bermadzhab.
KH Wahab Hasbullah : Benang Merah
Apakah KH Wahab Hasbullah sakit hati kepada CCC, sehingga kemudian melahirkan NU? Jawaban beliau :
“Saya sudah sepuluh tahun
memikirkan membela para ulama (madzhab) yang diejek sana-sini dan
amaliyahnya diserang sana-sini. Kalau satu kali ini ternayat luput
(tidak berhasil), saya akan memilih di antara dua hal : masuk organisasi
tetapi bentrokan terus, atau pulang kampung memeliha pondok secara
khusus”.
Rencana pembentukan NU
dengan demikian sudah lama dicita-citakan beliau, setidaknya di saat
gerakan Muhhamd bin Abdul Wahab mulai masuk ke Indonesia (awal abad XX).
Justru sebab kemenangan Raja Ibnu Saud atas tanah Hijazlah dapat
dikatakan sebagai pemicu yang mempercepat lahirnya NU.
KH Wahab Hasbullah dalam
rangkaian sejarah tersebut menjadi benang merah antara CCI,CCC, Komite
Hijaz dan NU. Satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa ide besar beliau
aktif di berbagai organisasi tersebut adalah dalam rangka memperjuangkan
madzhab (tradisi bermadzhab) yang sudah menjadi bagian dari tradisi
keilmuwan para ulama. Konsistensi perjuangan beliau sangat nampak,
dimana di saat CCI perdebatan khilafiyah berusaha untuk
mempertahankannya, meski diejek dan diserang oleh mereka kaum modern.
Demikian pula pada saat di CCC, usulan kepada Raja Ibnu Saud mengenai
pemeliharaan tradisi bermadzhab sangat kuat diperjuangkan. Meski pada
akhirnya gagasan tersebut tidak laku di kalangan CCC, maka melalui
komite hijazlah (NU) usulan tersebut bisa terwujud. Beberapa tahun
kemudian usulan tersebut mendapat jawaban yang jelas dari Raja Ibnu
Saud. Itulah yang sesungguhnya diperjuangkan oleh KH Wahab Hasbullah,
bukan untuk perjuangan politik, dukung mendukung raja yang berkuasa di
jazirah Arab. Jika toh sepakat dengan khilfah (kongres dunia di Mesir),
maka itu dipandang sebagai upaya melanjutkan khilafah Turki yang selama
ini mempertahankan tradisi bermadzhab.
Wallahu ‘Alamu Bisshowab
Sumber :
- Disarikan dari Pertumbuhan dan Perkembangan NU, Choirul Anam, 2010.
- WarkopMbahLalar.Com
sumber:http://www.hizbut-tahlil.com/khilafah-menurut-pendiri-nu-kh-wahab-hasbullah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar