Wujud Kecintaan dalam Perayaan Maulid Nabi
Sabtu, 7 Rabiul Awal 1434 H | 19 Januari 2013 11:18:21 WIB
Oleh : Anwar Sholeh
Bulan Rabiul Awal menjadi istimewa dengan kelahiran Rasulullah
SAW di dalamnya. Rasulullah Muhammad SAW yang diutus sebagai rahmatan
lil-‘alamin. Beliau dilahirkan pada bulan tersebut, yaitu tepatnya pada
tanggal 12 yang saat itu jatuh pada hari Senin. Hingga kini, bulan
ketiga dalam kalender Hijriyah tersebut pun juga lebih dkenal dengan
blan Maulud (kelahiran Nabi).
Sejarah telah mencatat keutamaan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pada saat itu, segenap jagad alam raya gegap gempita menyambut kelahiran Sang Kekasih Allah SWT. Malam itu merupakan malam terindah bagi para makhluk. Di dalam kitab Fathul-Bari al-Mansyur dijelaskan, “Utsman bin Abil Ash ats-Tsaqafi menceritkan dari ibunya yang menjadi pembantunya Aminah, bunda Nabi SAW, ‘ketika bunda Nabi mulai saat-saat melahirkan, ia (ibu Utsman) melihat bintang-bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan di atas kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang benderang tersebut hingga membuat terang benderangnya kamar dan rumah.’” Bahkan dalam riwayat sahih Ibnu Hibban dan Hakim, cahaya yang terang benederang tersebut hingga membuat pandangannya menembus dan melihat istana Romawi.
Runtuhnya singgasana Kaisar Kisra, padamnya api sesembahan di kekaisaran Persia yang 1000 tak pernah padam dan semua berhala di sekitar Kabah tiba-tiba roboh, merupakan isyarat akan runtuhnya kemungkaran di dunia. Nabi SAW yang telah dijanjikan dan dikabarkan kepada umat-umat sebelumnya telah datang.
Dari itulah, ada hal yang mulia jika kelahiran paling utamanya makhluk dapat kita rayakan. Inilah yang menjadi salah satu bentuk ekspresi dalam mencintai Rasulullah SAW. Apalagi batutlah bagi kita semua untuk mensyukuri dan gembira itu memang diajurkan bagi setiap orang yang mendapat anugerah dari Tuhan. Sebagaimana firman Allah SWT, “Katakanlan (Muhammad), sebab fadhal dan rahmat Allah (kepada kalian), maka bergembiralah kalian.” (QS. Yunus: 58). Dalam ayat ini, kita jelas disuruh untuk bergembira dengan adanya rahmat Allah SWT. Sedangkan Nabi Muhamad SAW adalah rahmat atau anugerah Allah SWT yang tiadataranya. Allah SWT berfirman, “Dan Kami tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (QS. al-Anbiya’: 107).
Sudah menjadi kelumrahan bahwa umat Islam pada setiap bulan Maulid, khususnya di Indonesia, senantiasa memperingati kelahiran Sang Nabi Akhir Zaman. Dalam merayakannya, umat Islam memiliki beberapa cara, baik cara yang sederhana maupun dengan cara yang cukup meriah. Pambacaan salawat Barzanji dan pengajian-pengajian yang mengisahkan sejarah Nabi Muhammad SAW menghiasi bulan-bulan itu, terutama pada malam tanggal 12, yaitu malam kelahiran Nabi SAW. Semua itu merupakan wujud syukur dan kecintaan kepada Sang Rasulullah SAW.
Sayid Muhamad Alawi al-Maliki mengatakan, “Pada pokoknya, berkumpul untuk mengadakan Maulid Nabi SAW merupakan sesuatu yang sudah lumrah terjadi. Tapi, hal itu termasuk kebiasaan yang baik yang mengandung banyak kegunaan dan manfaat yang (akhirnya) kembali kepada umat sendiri dengan beberapa keutamaan (di dalamnya). Sebab, kebiasaan seperti itu memang dianjurkan oleh syara’ sacara parsial (bagian-bagiannya).” (Mafahin Yajibu an Tushahhah: 224).
Hal ini diakui oleh Ibnu Taimiyah. “Orang-orang yang melaksanakan Maulid Nabi SAW akan diberi pahala. Begitulah yang dilakukan oleh sebagian orang. Hal mana juga ditemukan di kalangan Nasrani yang memperingati kelahiran Nabi Isa. Dalam Islam juga dilakukan oleh kaum Muslimin sebagai rasa cinta dan penghormatan kepada Nabi SAW. Dan Allah SWT akan memberi pahala kepada mereka atas kecintaan mereka kepada nabi mereka, bukan dosa atas bid’ah yang mereka lakukan.” (Manhajus-Salaf li Fahmin-Nushush Bainan-Nazhariyyah wat Tathbiq: 339).
Perayaan maulid tersebut pada dasarnya sudah ada dan telah lama dilakukan oleh umat Islam. Rasulullah SAW yang menjadi pelopornya. Diriwayatkan dari Abu Qatadah al-Anshari bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa hari Senin. Maka, beliau menjawab, “Pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.” (HR. Muslim). Beliau bersyukur kepada Allah SWT pada hari tersebut atas karunia Allah SWT yang telah menyebabkan keberadaannya. Rasa syukur itu beliau ungkapkan dengan bentuk puasa.
Maka dari itulah, sudah sepantasnya kita sebagai pengikut Nabi Muhammad SAW juga turut mengikuti teladan beliau. Semua yang telah dianugerahkan kepada kita merupakan buah pengorbanan dan perjuangan Rasulullah SAW. Dalam kitabnya, al-Mawahibul-Ladiniyyah, Imam al-Hafizh al-Qasthalaniy berkata, “Maka Allah akan menurunkan rahmat-Nya kepada orang yang menjadikan hari kelahiran Nabi SAW sebagai hari besar.” Lantas sekarang, tergantung kita mau atau tidak mendapatkan keutamaan yang besar? Abu Lahab yang sudah dicap ahli neraka saja masih mendapatkan ‘dispensasi’ hanya karena bergembira karena kelahiran Rasulullah SAW, apalagi kita..!!!
*) Sumber tulisan: Majalah Laziswa SIDOGIRI,
edisi-43, hal. 3-5, Januari, 2013 M.
sumber:http://www.sidogiri.net/artikel/detail/152
Tidak ada komentar:
Posting Komentar