ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Kamis, 31 Januari 2013

KITAB ARBA'IN NAWAWY Dari hadits Ke-21 sampai Ke-30( الأربعون النووية Dari الحديث الحادي والعشرون HADITS KE-21 Sampai الحديث الثلاثون HADITS KE-30 )

=================
KITAB ARBA'IN NAWAWY Dari hadits Ke-21 sampai K-30(  الأربعون النووية  

Dari  
الحديث الحادي والعشرون
HADITS KE-21 
Sampai  
الحديث الثلاثون HADITS KE-30 )
------------------------- 




الحديث الحادي والعشرون
HADITS KE-21


ISTIQOMAH
عن أبي عمرو وقيل : أبي عمرة سفيان بن عبدالله الثقفي رضي الله عنه – قال : يا رسول الله , قل لي في الإسلام قولاً لا أسأل عنه أحداً غيرك, قال " قل آمنت بالله ثم استقم " رواه مسلم .
Dari Abu ‘Amrah Sufyan bin ‘Abdullah radhiyallahu anhu, ia berkata : " Aku telah berkata : ‘Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku tentang Islam, suatu perkataan yang aku tak akan dapat menanyakannya kepada seorang pun kecuali kepadamu’. Bersabdalah Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : ‘Katakanlah : Aku telah beriman kepada Allah, kemudian beristiqamalah kamu’ “.
[Muslim no. 38]


Kalimat “katakanlah kepadaku tentang Islam, suatu perkataan yang aku tak akan dapat menanyakannya kepada seorang pun kecuali kepadamu”, maksudnya adalah ajarkanlah kepadaku satu kalimat yang pendek, padat berisi tentang pengertian Islam yang mudah saya mengerti, sehingga saya tidak lagi perlu penjelasan orang lain untuk menjadi dasar saya beramal. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab : “Katakanlah : ‘Aku telah beriman kepada Allah, kemudian beristiqamalah kamu’ “. Ini adalah kalimat pendek, padat berisi yang Allah berikan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Dalam dua kalimat ini telah terpenuhi pengertian iman dan Islam secara utuh. Beliau menyuruh orang tersebut untuk selalu memperbarui imannya dengan ucapan lisan dan mengingat di dalam hati, serta menyuruh dia secara teguh melaksanakan amal-amal shalih dan menjauhi semua dosa. Hal ini karena seseorang tidak dikatakan istiqamah jika ia menyimpang walaupun hanya sebentar. Hal ini sejalan dengan firman Allah : “Sesungguhnya mereka yang berkata : Allah adalah Tuhan kami kemudian mereka istiqamah……”.(QS. Fushshilat : 30)
yaitu iman kepada Allah semata-mata kemudian hatinya tetap teguh pada keyakinannya itu dan taat kepada Allah sampai mati.

‘Umar bin khaththab berkata : “Mereka (para sahabat) istiqamah demi Allah dalam menaati Allah dan tidak sedikit pun mereka itu berpaling, sekalipun seperti berpalingnya musang”. Maksudnya, mereka lurus dan teguh dalam melaksanakan sebagian besar ketaatannya kepada Allah, baik dalam keyakinan, ucapan, maupun perbuatan dan mereka terus-menerus berbuat begitu (sampai mati). Demikianlah pendapat sebagian besar para musafir. Inilah makna hadits tersebut, Insya Allah.
Begitu pula firman Allah : “Maka hendaklah kamu beristiqamah seperti yang diperintahkan kepadamu”.(QS. Hud : 112)

Menurut Ibnu ‘Abbas, tidak satu pun ayat Al Qur’an yang turun kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang dirasakan lebih berat dari ayat ini. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda :
“Aku menjadi beruban karena turunnya Surat Hud dan sejenisnya”.

Abul Qasim Al Qusyairi berkata : “Istiqamah adalah satu tingkatan yang menjadi penyempurna dan pelengkap semua urusan. Dengan istiqamah, segala kebaikan dengan semua aturannya dapat diwujudkan. Orang yang tidak istiqamah di dalam melakukan usahanya, pasti sia-sia dan gagal”. Ia berkata pula : “Ada yang berpendapat bahwa istiqamah itu hanyalah bisa dijalankan oleh orang-orang besar, karena istiqamah adalah menyimpang dari kebiasaan, menyalahi adat dan kebiasaan sehari-hari, teguh di hadapan Allah dengan kesungguhan dan kejujuran. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : ‘Istiqamahlah kamu sekalian, maka kamu akan selalu diperhitungkan orang’.

Al Washiti berkata : “Istiqamah adalah sifat yang dapat menyempurnakan kepribadian seseorang dan tidak adanya sifat ini rusaklah kepribadian seseorang”. Wallaahu a’lam.
================================


الحديث الثاني والعشرون
HADITS KE-22


MELAKSANAKAN SYARI'AT ISLAM DENGAN BENAR
عن أبي عبدالله جابر بن عبدالله الأنصاري رضي الله عنهما أن رجلاً سأل رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : أرأيت إذا صليت المكتوبات , وصمت رمضان وأحللت الحلال , وحرمت الحرام ولم أزد على ذلك شيئاً أأدخل الجنة ؟ قال - نعم - رواه مسلم
Dari Abu ‘Abdullah, Jabir bin ‘Abdullah Al Anshari radhiyallahu anhuma, sungguh ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Bagaimana pendapatmu jika aku melakukan shalat fardhu, puasa pada bulan Ramadhan, menghalalkan yang halal (melaksanakannya dengan penuh keyakinan), mengharamkan yang haram (menjauhinya) dan aku tidak menambahkan selain itu sedikit pun, apakah aku akan masuk surga?" Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab : " Ya"
[Muslim no. 15]


Sahabat yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ini bernama Nu’man bin Qauqal Abu ‘Amr bin Shalah mengatakan bahwa secara zhahir yang dimaksud dengan perkataan “aku mengharamkan yang haram” mencakup dua hal, yaitu meyakini bahwa sesuatu itu benar-benar haram dan tidak melanggarnya. Hal ini berbeda dengan perkataan “menghalalkan yang halal”, yang mana cukup meyakini bahwa sesuatu benar-benar halal saja.

Pengarang kitab Al Mufhim mengatakan secara umum bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak mengatakan kepada penanya di dalam Hadits ini sesuatu yang bersifat tathawwu’ (sunnah). Hal ini menunjukkan bahwa secara umum boleh meninggalkan yang sunnah. Akan tetapi, orang yang meninggalkan yang sunnah dan tidak mau melakukannya sedikit pun, maka ia tidak memperoleh keuntungan yang besar dan pahala yang banyak. Akan tetapi, barang siapa terus-menerus meninggalkan hal-hal yang sunnah, berarti telah berkurang bobot agamanya dan berkurang pula nilai kesungguhannya dalam beragama. Barang siapa meninggalkan yang sunnah karena sikap meremehkan atau membencinya, maka hal itu merupakan perbuatan fasik yang patut dicela.

Para ulama kita berpendapat : “Bila penduduk suatu negeri bersepakat meninggalkan hal yang sunnah, maka mereka itu boleh diperangi sampai mereka sadar. Hal ini karena pada masa sahabat dan sesudahnya, mereka sangat tekun melakukan perbuatan-perbuatan sunnah dan perbuatan-perbuatan yang dipandang utama untuk menyempurnakan perbuatan-perbuatan wajib. Mereka tidak membedakan antara yang sunnah dan yang fiqih dalam memperbanyak pahala. Para imam ahli fiqih perlu menjelaskan perbedaan antara sunnah dan wajib hanya untuk menjelaskan konsekuensi hukum antara yang sunnah dan yang wajib jika hal itu ditinggalkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak menjelaskan perbedaan sunnah dan wajib adalah untuk memudahkan dan melapangkan, karena kaum muslim masih baru dengan Islamnya sehingga dikhawatirkan membuat mereka lari dari Islam. Ketika telah diketahui kemantapannya di dalam Islam dan kerelaan hatinya berpegang kepada agama ini, barulah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menggalakkan perbuatan-perbuatan sunnah. Demikian juga dengan urusan yang lain. Atau dimaksudkan agar orang tidak beranggapan bahwa amalan tambahan dan amalan utama keduanya merupakan hal yang wajib, sehingga jika meninggalkan konsekuensinya sama. Sebagaimana yang diriwayatkan pada Hadits lain bahwa ada seorang sahabat bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang shalat, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memberitahukan bahwa shalat itu lima waktu. Lalu orang itu bertanya : “Apakah ada kewajiban bagiku selain itu?” Beliau menjawab : “Tidak, kecuali engkau melakukan (shalat yang lain) dengan kemauan sendiri”.
Orang itu kemudian bertanya tentanng puasa, haji dan beberapa hukum lain, lalu beliau jawab semuanya. Kemudian, di akhir pembicaraan orang itu berkata : “Demi Allah, aku tidak akan menambah atau mengurangi sedikitpun dari semua itu”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lalu bersabda :
“Dia akan beruntung jika benar”.
“Jika ia berpegang dengan apa yang telah diperintahkan kepadanya, niscaya ia masuk surga”.
Artinya, bila ia memelihara hal-hal yang diwajibkan, melaksanakan dan mengerjakan tepat pada waktunya, tanpa mengubahnya, maka dia mendapatkan keselamatan dan keberuntungan yang besar. Alangkah baiknya bila kita dapat berbuat seperti itu. Barang siapa dapat mengerjakan yang wajib lalu diiringi dengan yang sunnah, niscaya dia akan mendapatkan keberuntungan yang lebih besar.

Perbuatan sunnah yang disyari’atkan untuk menyempurnakan yang wajib. Sahabat yang bertanya tersebut dan sahabat lain sebelumnya, dibiarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam keadaan seperti itu untuk memberikan kemudahan kepada kedua orang itu sampai hatinya mantap dan terbuka memahaminya dengan baik serta memiliki semangat kuat untuk melaksanakan hal-hal yang sunnah, sehingga dirinya menjadi ringan melaksanakannya.
==========================


الحديث الثالث والعشرون
HADITS KE-23


SUCI ITU SEBAGIAN DARI IMAN
عن أبي مالك –الحارث بن عاصم- الأشعري رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم - الطهور شطر الإيمان والحمد لله تملأ الميزان وسبحان الله والحمد لله تملأ ما بين السماء والأرض والصلاة نور والصدقة برهان والصبر ضياء والقران حجة لك أو عليك كل الناس يغدو فبائع نفسه فمعتقها أو مُوبقها -" رواه مسلم
Dari Abu Malik, Al Harits bin Al Asy'ari radhiyallahu 'anhu, ia berkata : “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : ‘Suci itu sebagian dari iman, (bacaan) alhamdulillaah memenuhi timbangan, (bacaan) subhaanallaah dan alhamdulillaah keduanya memenuhi ruang yang ada di antara langit dan bumi. Shalat itu adalah nur, shadaqah adalah pembela, sabar adalah cahaya, dan Al-Qur'an menjadi pembela kamu atau musuh kamu. Setiap manusia bekerja, lalu dia menjual dirinya, kemudian pekerjaan itu dapat menyelamatkannya atau mencelakakannya”.
[Muslim no. 223]


Hadits ini memuat salah satu pokok Islam dan memuat salah satu dari kaidah penting Islam dan agama. Adapun yang dimaksud dengan kata “suci” ialah perbuatan bersuci.
Terdapat perbedaan pendapat tentang maksud kalimat “suci itu sebagian dari iman” yaitu: pahala suci merupakan sebagian dari pahala iman, sedangkan yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan iman di sini adalah shalat, sebagaimana firman Allah :
“Allah tidak menyia-nyiakan iman (shalat) kamu”.(QS. 2: 143)
Thaharah atau bersuci merupakan salah satu dari syarat sahnya shalat. Jadi, bersuci merupakan sebagian pekerjaan shalat. Kata “satrun” tidaklah mesti berarti betul-betul setengah, sekalipun ada yang berpendapat betul-betul setengah.
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “(bacaan) alhamdulillaah memenuhi timbangan”, maksudnya besar pahalanya memenuhi timbangan orang yang mengucapkannya. Dalam Al Qur’an dan Sunnah diterangkan tentang timbangan amal, berat dan ringannya. Begitu juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “(bacaan) subhaanallaah dan alhamdulillaah keduanya memenuhi ruang yang ada di antara langit dan bumi”. Hal ini karena besarnya keutamaan ucapan tersebut yang berisi menyucikan Allah dari segala sifat kekurangan dan cacat.

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “Shalat itu adalah nur “ maksudnya ialah shalat itu mencegah perbuatan maksiat, merintangi perbuatan-perbuatan keji dan mungkar, serta menunjukkan ke jalan yang benar, sebagaimana cahaya yang dijadikan orang sebagai penunjuk jalan. Sebagaian yang lain berpendapat bahwa yang dimaksudkan, shalat itu kelak akan menjadi petunjuk jalan bagi pelakunya di hari kiamat. Sedangkan sebagian yang lain lagi berpendapat bahwa shalat seseorang kelak akan menjadi cahaya yang memancar di wajahnya di hari kiamat, dan ketika di dunia menjadikan wajah pelakunya cemerlang, yang mana hal ini tidak diperoleh orang-orang yang tidak shalat. Wallaahu a’lam.

Tentang sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “ shadaqah adalah pembela ”, pengarang kitab At Tajrid mengatakan, maksudnya ialah dia akan membutuhkan pembelaan dari shadaqah (zakat)nya, sebagaimana ia membutuhkan pembelaan dengan berbagai bukti-bukti yang dapat menyelamatkannya dari hukuman. Seolah-olah seseorang jika kelak di hari kiamat dimintai tanggung jawab dalam membelanjakan hartanya, maka shadaqah (zakat)nya dapat menjadi pembela bagi dirinya dalam memberikan jawaban, misalnya ia berkata : “ Aku gunakan hartaku untuk membayar zakat ”.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa maksudnya ialah shadaqah (zakat)nya menjadi bukti keimanan pelakunya. Hal ini karena orang munafik tidak mau mengeluarkan zakat karena tidak meyakininya. Barang siapa yang mengeluarkan zakat, hal itu menunjukkan kekuatan imannya. Wallaahu a’lam.

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “ sabar adalah cahaya ” maksudnya sabar itu sifat yang terpuji dalam agama, yaitu sabar dalam melaksanakan ketaatan dan dalam menjauhi kemaksiatan. Demikian juga sabar menghadapi hal yang tidak disenangi di dunia ini. Maksudnya, sabar itu sifat terpuji yang selalu membuat pelakunya memperoleh petunjuk untuk mendapatkan kebenaran.

Ibrahim Al Khawash berkata : “ Sabar yaitu teguh berpegang kepada Al Qur’an dan Sunnah ”. Ada yang berkata : “ Sabar yaitu teguh menghadapi segala macam cobaan dengan sikap dan perilaku yang baik ”.

Abu ‘Ali Ad Daqqaq berkata : “ Sabar yaitu sikap tidak mencela taqdir. Akan tetapi, sekedar menyatakan keluhan ketika menghadapi cobaan tidaklah dikatakan menyalahi sifat sabar ”. Allah berfirman tentang kasus Nabi Ayyub : “ Sungguh Kami mendapati dia seorang yang sabar, hamba yang sangat baik, dan orang yang suka bertobat ”. (QS. Shaad : 44) Padahal Nabi Ayyub pernah mengeluh dengan berkata : “ Sungguh bencana telah menimpaku dan Engkau (Ya Allah) adalah Tuhan yang paling berbelas kasih ”. (QS. Al Anbiya’ : 83)Wallaahu a’lam.

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “Al Qur’an menjadi pembela kamu atau musuh kamu” maksudnya jelas, yaitu bermanfaat jika kamu baca dan kamu amalkan, tetapi jika tidak, akan menjadi musuh kamu.

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “Setiap manusia bekerja, lalu dia menjual dirinya, kemudian pekerjaan itu dapat menyelamatkannya atau mencelakakannya” maksudnya setiap orang bekerja untuk dirinya. Ada orang yang menjual dirinya kepada Allah dengan berbuat ketaatan kepada-Nya sehingga dirinya selamat dari adzab, seperti Allah firmankan : “Sungguh Allah membeli dari orang-orang mukmin jiwa dan harta mereka, sehingga mereka mendapatkan surga”. (QS. 9 : 111)
Ada orang yang menjual dirinya kepada setan dan hawa nafsunya dengan mengikuti bisikan-bisikannya sehingga dirinya menjadi celaka. Ya Allah, berilah kami taufiq untuk melakukan amal ketaatan kepada-Mu dan jauhkanlah kami sehingga diri kami dapat terjauh dari perbuatan-perbuatan melawan perintah-Mu.
========================


الحديث الرابع والعشرون
HADITS KE-24


HARAMNYA BERBUAT ZALIM
عن أبي ذر الغفاري رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم فيما يرويه عن ربه عزوجل أنه قال : - يا عبادي إني حرمت الظلم على نفسي , وجعلته بينكم محرماً فلا تظالموا , يا عبادي كلكم ضال إلا من هديته فاستهدوني أهدكم , يا عبادي كلكم جائع إلا من أطعمته فاستطعموني أطعمكم , يا عبادي كلكم عارٍ إلا من كسوته فاستكسوني أكسكم , يا عبادي إنكم تخطئون بالليل والنهار وأنا أغفر الذنوب جميعاً فاستغفروني أغفر لكم , يا عبادي إنكم لن تبلغوا ضري فتضروني ولن تبلغوا نفعي فتنفعوني, يا عبادي , لو أن أولكم و آخركم, وإنكسم وجنكم كانوا على أتقى قلب رجل واحد منكم ما زاد ذلك في ملكي شيئاً , يا عبادي لو أن أولكم و آخركم وإنكسم وجنكم كانوا على أفجر قلب رجل واحد منكم ما نقص ذلك في ملكي شيئاً , يا عبادي لو أن أولكم و آخركم وإنكسم وجنكم قاموا على صعيد واحد فسألوني فأعطيت كل واحد مسألته ما نقص ذلك مما عندي إلا كما ينقص المخيط إذا أدخل البحر , يا عبادي إنما هي أعمالكم أحصيها لكم ثم أوفيكم إياها فمن وجد خيراً فليحمد الله ومن وجد غير ذلك فلا يلومن إلا نفسه - رواه مسلم
Dari Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau meriwayatkan dari Allah 'azza wa Jalla, sesungguhnya Allah telah berfirman: "Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan (berlaku) zhalim atas diri-Ku dan Aku menjadikannya di antaramu haram, maka janganlah kamu saling menzhalimi. Wahai hamba-Ku, kamu semua sesat kecuali orang yang telah Kami beri petunjuk, maka hendaklah kamu minta petunjuk kepada-Ku, pasti Aku memberinya. Kamu semua adalah orang yang lapar, kecuali orang yang Aku beri makan, maka hendaklah kamu minta makan kepada-Ku, pasti Aku memberinya. Wahai hamba-Ku, kamu semua asalnya telanjang, kecuali yang telah Aku beri pakaian, maka hendaklah kamu minta pakaian kepada-Ku, pasti Aku memberinya. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kamu melakukan perbuatan dosa di waktu siang dan malam, dan Aku mengampuni dosa-dosa itu semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku , pasti Aku mengampuni kamu. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kamu tidak akan dapat membinasakan Aku dan kamu tak akan dapat memberikan manfaat kepada Aku. Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir diantaramu, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertaqwa seperti orang yang paling bertaqwa di antaramu, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun, jika orang-orang yang terdahulu dan yang terakhir di antaramu, sekalian manusia dan jin, mereka itu berhati jahat seperti orang yang paling jahat di antara kamu, tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun juga. Wahai hamba-Ku, jika orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antaramu, sekalian manusia dan jin yang tinggal di bumi ini meminta kepada-Ku, lalu Aku memenuhi seluruh permintaan mereka, tidaklah hal itu mengurangi apa yang ada pada-Ku, kecuali sebagaimana sebatang jarum yang dimasukkan ke laut. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya itu semua adalah amal perbuatanmu. Aku catat semuanya untukmu, kemudian Kami membalasnya. Maka barang siapa yang mendapatkan kebaikan, hendaklah bersyukur kepada Allah dan barang siapa mendapatkan selain dari itu, maka janganlah sekali-kali ia menyalahkan kecuali dirinya sendiri”.
[Muslim no. 2577]


Kalimat “sesungguhnya Aku mengharamkan (berlaku) zhalim atas diri-Ku dan Aku menjadikannya di antaramu haram”, sebagian ulama mengatakan maksudnya ialah Allah tidak patut dan tidak akan berbuat zhalim seperti tersebut pada firman-Nya :
“ Tidak patut bagi Tuhan yang Maha Pemurah mengambil anak ”. (QS. 19 : 92)

Jadi, zhalim bagi Allah adalah sesuatu yang mustahil. Sebagian lain berpendapat , maksudnya ialah seseorang tidak boleh meminta kepada Allah untuk menghukum musuhnya atas namanya kecuali dalam hal yang benar, seperti tersebut dalam firman-Nya dalam Hadits di atas : “Sungguh Aku mengharamkan diri-Ku untuk berbuat zhalim”. Jadi, Allah tidak akan berbuat zhalim kepada hamba-Nya. Oleh karena itu, bagaimana orang bisa mempunyai anggapan bahwa Allah berbuat zhalim kepada hamba-hamba-Nya untuk kepentingan tertentu?

Begitu pula kalimat “janganlah kamu saling menzhalimi” maksudnya bahwa janganlah orang yang dizhalimi membalas orang yang menzhaliminya.

Dan kalimat “Wahai hamba-Ku, kamu semua sesat kecuali orang yang telah Kami beri petunjuk, maka hendaklah kamu minta petunjuk kepada-Ku, pasti Aku memberinya”, mengingat betapa kita ini lemah dan fakir untuk memenuhi kepentingan kita dan untuk melenyapkan gangguan-gangguan terhadap diri kita kecuali dengan pertolongan Allah semata. Makna ini berpangkal pada pengertian kalimat : “Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah”. (QS. 18 : 39)

Hendaklah orang menyadari bila ia melihat adanya nikmat pada dirinya, maka semua itu dari Allah dan Allah lah yang memberikan kepadanya. Hendaklah ia juga bersyukur kepada Allah, dan setiap kali nikmat itu bertambah, hendaklah ia bertambah juga dalam memuji dan bersyukur kepada Allah.

Kalimat “maka hendaklah kamu minta petunjuk kepada-Ku, pasti Aku memberinya” yaitu mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku memberi petunjuk kepadamu. Kalimat ini hendaknya membuat hamba menyadari bahwa seharusnyalah ia meminta hidayah kepada Tuhannya, sehingga Dia memberinya hidayah. Sekiranya dia diberi hidayah sebelum meminta, barangkali dia akan berkata : “Semua yang aku dapat ini adalah karena pengetahuan yang aku miliki”.

Begitu pula kalimat “kamu semua adalah orang yang lapar, kecuali orang yang Aku beri makan, maka hendaklah kamu minta makan kepada-Ku, pasti Aku memberinya”, maksudnya ialah Allah menciptakan semua makhluk-Nya berkebutuhan kepada makanan, setiap orang yang makan niscaya akan lapar kembali sampai Allah memberinya makan dengan mendatangkan rezeki kepadanya, menyiapkan alat-alat yang diperlukannya untuk dapat makan. Oleh karena itu, orang yang kaya jangan beranggapan bahwa rezeki yang ada di tangannya dan makanan yang disuapkan ke mulutnya diberikan kepadanya oleh selain Allah. Hadits ini juga mengandung adab kesopanan berperilaku kepada orang fakir. Seolah-olah Allah berfirman : “Janganlah kamu meminta makanan kepada selain Aku, karena orang-orang yang kamu mintai itu mendapatkan makanan dari Aku. Oleh karena itu, hendaklah kamu minta makan kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikannya kepada kamu”. Begitu juga dengan kalimat selanjutnya.

Kalimat “sesungguhnya kamu melakukan perbuatan dosa di waktu siang dan malam”. Kalimat semacam ini merupakan nada celaan yang seharusnya setiap mukmin malu terhadap celaan ini. Demikian pula bahwa sesungguhnya Allah menciptakan malam sebagai waktu untuk berbuat ketaatan dan menyiapkan diri berbuat ikhlas, karena pada malam hari itulah pada umumnya orang beramal jauh dari sifat riya’ dan nifaq. Oleh karena itu, tidaklah seorang mukmin merasa malu bila tidak menggunakan waktu malam hari untuk beramal karena pada waktu tersebut umumnya orang beramal jauh dari sifat riya’ dan nifaq. Tidaklah pula seorang mukmin merasa malu bila tidak menggunakan malam dan siang untuk beramal karena kedua waktu itu diciptakan menjadi saksi bagi manusia sehingga setiap orang yang berakal sepatutnya taat kepada Allah dan tidak tolong-menolong dalam perbuatan menyalahi perintah Allah.

Bagaimana seorang mukmin patut berbuat dosa terang-terangan atau tersembunyi padahal Allah telah menyatakan “Aku mengampuni semua dosa”. Disebutkannya dengan kata “semua dosa” adalah karena hal itu dinyatakan sebelum adanya perintah kepada kita untuk memohon ampun, agar tidak seorang pun merasa putus asa dan pengampunan Allah karena dosa yang dilakukannya sudah banyak.

Kalimat “kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir diantaramu, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertaqwa seperti orang yang paling bertaqwa di antaramu, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun” menunjukkan bahwa ketaqwaan seseorang kepada Allah itu adalah rahmat bagi mereka. Hal itu tidak menambah kekuasaan Allah sedikit pun.

Kalimat “jika orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antaramu, sekalian manusia dan jin yang tinggal di bumi ini meminta kepada-Ku, lalu Aku memenuhi seluruh permintaan mereka, tidaklah hal itu mengurangi apa yang ada pada-Ku, kecuali sebagaimana sebatang jarum yang dimasukkan ke laut”, berisikan peringatan kepada segenap makhluk agar mereka banyak-banyak meminta dan tidak seorang pun membatasi dirinya dalam meminta dan tidak seorang pun membatasi dirinya dalam meminta karena milik Allah tidak akan berkurang sedikit pun, perbendaharaan-Nya tidak akan habis, sehingga tidak ada seorang pun patut beranggapan bahwa apa yang ada di sisi Allah menjadi berkurang karena diberikan kepada hamba-Nya, sebagaimana disabdakan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pada Hadits lain : “Tangan Allah itu penuh, tidak menjadi berkurang perbendaraan yang dikeluarkan sepanjang malam dan siang. Tidakkah engkau pikirkan apa yang telah Allah belanjakan sejak mula mencipta langit dan bumi. Sesungguhnya Allah tidak pernah kehabisan apa yang ada di tangan kanannya”.

Rahasia dari perkataan ini ialah bahwa kekuasaan-Nya mampu mencipta selama-lamanya, sama sekali Dia tidak patut disentuh oleh kelemahan dan kekurangan. Segala kemungkinan senantiasa tidak terbatas atau terhenti. Kalimat “kecuali sebagaimana sebatang jarum yang dimasukkan ke laut” ini adalah kalimat perumpamaan untuk memudahkan memahami persoalan tersebut dengan cara mengemukakan hal yang dapat kita saksikan dengan nyata. Maksudnya ialah kekayaan yang ada di tangan Allah itu sedikit pun tidak akan berkurang.

Kalimat “sesungguhnya itu semua adalah amal perbuatanmu. Aku catat semuanya untukmu, kemudian Kami membalasnya. Maka barang siapa yang mendapatkan kebaikan, hendaklah bersyukur kepada Allah” maksudnya janganlah orang beranggapan bahwa ketaatan dan ibadahnya merupakan hasil usahanya sendiri, tetapi hendaklah ia menyadari bahwa hal ini merupakan pertolongan dari Allah dan karena itu hendaklah ia bersyukur kepada Allah.

Kalimat “dan barang siapa mendapatkan selain dari itu”. Di sini tidak digunakan kalimat “mendapati kejahatan (keburukan)”, maksudnya barang siapa yang menemukan sesuatu yang tidak baik, maka hendaklah ia mencela dirinya sendiri.
Penggunaan kata penegasan dengan “janganlah sekali-kali” merupakan peringatan agar jangan sampai terlintas di dalam hati orang yang mendapati sesuatu yang tidak baik ada keinginan menyalahkan orang lain, tetapi hendaklah ia menyalahkan dirinya sendiri.

Wallaahu a’lam.
========================


الحديث الخامس والعشرون
HADITS KE-25


BERSEDEKAH TIDAK MESTI DENGAN HARTA
عن أبي ذر رضي الله عنه أن أناساً من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم قالوا للنبي صلى الله عليه وسلم : يا رسول الله ذهب أهل الدثور بالأجور يُصلون كما نصلي ويصومون كما نصوم ويتصدقون بفضول أموالهم قال - أوليس الله جعل لكم ما تصدقون به إن لكم بكل تسبيحة صدقة , وكل تكبيرة صدقة , وكل تحميدة صدقة وكل تهليله صدقة , وأمر بالمعروف صدقة ونهي عن منكر صدقة ,وفي يُضح أحدكم صدقة - قالوا يا رسول الله أيأتي أحدنا شهوته ويكون له فيها أجر ؟ قال - أرأيتم لو وضعها في حرام أكان عليه وزر فكذلك إذا وضعها في الحلال كان له أجر
Dari Abu Dzar radhiallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, ia berkata: Sesungguhnya sebagian dari para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bershadaqah dengan kelebihan harta mereka”. Nabi bersabda : “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kamu sesuatu untuk bershadaqah ? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah shadaqah, tiap-tiap tahmid adalah shadaqah, tiap-tiap tahlil adalah shadaqah, menyuruh kepada kebaikan adalah shadaqah, mencegah kemungkaran adalah shadaqah dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah shadaqah “. Mereka bertanya : “ Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab : “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa, demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala”.
[Muslim no. 1006]


Hadits ini menerangkan keutamaan tasbih dan semua macam dzikir, amar ma’ruf nahi mungkar, berniat karena Allah dalam hal-hal mubah, karena semua perbuatan dinilai sebagai ibadah bila dengan niat yang ikhlas. Hadits ini juga menunjukkan dibenarkannya seseorang bertanya tentang sesuatu yang tidak diketahuinya kepada orang yang berilmu, bila ia mengetahui bahwa orang yang ditanya itu menunjukkan sikap senang terhadap permasalahan yang ditanyakan dan tidak dilakukan dengan cara yang buruk, dan orang yang berilmu akan menerangkan kepadanya apa yang tidak diketahuinya itu.

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “menyuruh kepada kebaikan adalah shadaqah, mencegah kemungkaran adalah shadaqah” menyatakan pengakuan bahwa setiap orang yan melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar dipandang melakukan shadaqah, yang hal ini akan memperjelas makna tasbih dan hal-hal yang disebut sebelumnya, karena amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah fardhu kifayah, sekalipun bisa juga menjadi fardhu ‘ain. Berbeda halnya dengan dzikir yang merupakan perbuatan sunnah, pahala atas perbuatan wajib lebih banyak daripada perbuatan sunnah, seperti yang disebutkan dalam sebuah Hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Bukhari, Allah berfirman : “Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan perbuatan yang Aku cintai yang Aku wajibkan kepadanya”.

Sebagian ulama berkata : “Pahala atas perbuatan wajib tujuh puluh derajat di atas perbuatan sunnah, berdasarkan suatu Hadits”.

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah shadaqah “. Telah disebutkan di atas bahwa perbuatan-perbuatan mubah yang dilakukan dengan niat menaati aturan Allah adalah shadaqah. Jadi, persetubuhan dinilai sebagai ibadah apabila diniatkan oleh seseorang untuk memenuhi hak dan kewajiban suami istri secara ma’ruf atau untuk mendapatkan anak yang shalih atau menjauhkan diri dari zina atau untuk tujuan-tujuan baik lainnya.

Pertanyaan shahabat : “Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab : “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa, demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala” mengandung isyarat dibenarkannya melakukan qiyas dalam hukum. Demikianlah pendapat para ulama pada umumnya kecuali aliran Zhahiri.

Tentang riwayat yang diperoleh dari para tabi’in dan lain-lain mengenai celaan terhadap qiyas dalam hukum, maka yang dimaksud bukanlah qiyas yang populer dikenal oleh para ahli fiqih mujtahid. Qiyas yang dimaksud adalah qiyasul ‘aksi (qiyas sebaliknya, atau mafhum mukhalafah). Para ahli ushul berbeda pendapat dalam mempraktekkan qiyas ini, tetapi Hadits di atas mendukung pendapat yang menjadikan qiyas ini sebagai satu cara menetapkan hukum.
========================


الحديث السادس والعشرون
HADITS KE-26


SEGALA PERBUATAN BAIK ADALAH SEDEKAH
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم - كل سُلامى من الناس صدقة , كل يوم تطلع فيه الشمس تعدل بين اثنين صدقة , وتعين الرجل في دابته فتحمله عليها أ, ترفع عليها متاعه صدقة , والكلمة الطيبة صدقة , وبكل خطوة تمشيها إلى الصلاة صدقة , وتميط الأذى عن الطريق صدقة " رواه البخاري ومسلم
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata : “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : ‘Setiap anggota badan manusia diwajibkan bershadaqah setiap hari selama matahari masih terbit. Kamu mendamaikan antara dua orang (yang berselisih) adalah shadaqah, kamu menolong seseorang naik ke atas kendaraannya atau mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah shadaqah, berkata yang baik itu adalah shadaqah, setiap langkah berjalan untuk shalat adalah shadaqah, dan menyingkirkan suatu rintangan dari jalan adalah shadaqah ”.
[Bukhari no. 2989, Muslim no. 1009]


Dalam shahih Muslim disebut jumlah anggota badan ada tiga ratus enam puluh. Qadhi ‘Iyadh berkata : “Pada asalnya kata “sulaama” bermakna tulang, telapak tangan, jari-jari dan kaki, kemudian kata tersebut biasa dipakai dengan arti seluruh anggota badan”.

Sebagian ulama berkata : “Yang dimaksud di sini adalah shadaqah anjuran atau peringatan, bukan berarti shadaqah yang wajib. Sabda beliau “kamu mendamaikan antara dua orang (yang berselisih) adalah shadaqah” yaitu mendamaikan keduanya secara adil.

Pada Hadits lain riwayat Muslim disebutkan :
“Setiap anggota badan dari seseorang di antara kamu dapat berbuat shadaqah. Setiap tasbih adalah shadaqah, setiap tahmid adalah shadaqah, setiap tahlil adalah shadaqah, setiap takbir adalah shadaqah, amar ma’ruf adalah shadaqah, tetapi semuanya itu bisa dicukupkan dengan (melakukan) dua raka’at shalat Dhuha”.

Maksudnya, semua shadaqah yang dilakukan oleh anggota badan tersebut dapat diganti dengan dua raka’at shalat Dhuha, karena shalat merupakan kerja dari semua anggota badan. Jika seseorang shalat, maka seluruh anggota badannya menjalankan fungsinya masing-masing.

Wallahu a’lam.
=========================

الحديث السابع والعشرون
HADITS KE-27


MENJAUHI PERBUATAN YANG MERESAHKAN
عن النواس بن سمعان رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال " البر حسن الخلق والإثم ما حاك في نفسك وكرهت أن يطلع عليه الناس " رواه مسلم ... وعن وابصة بن مَعبد رضي الله عنه قال أتيت رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال " جئت تسأل عن البر؟ " قلت : نعم قال " استفت قلبك , البر ما اطمأنت إليه النفس واطمأن إليه القلب , والإثم ما حاك في النفس وتردد في الصدر وإن أفتاك الناس وأفتوك " حديث حسن رويناه في مسندي الإمامين أحمد بن حنبل والدرامي بإسناد حسن
Dari An Nawas bin Sam'an radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda: “Kebajikan itu keluhuran akhlaq sedangkan dosa adalah apa-apa yang dirimu merasa ragu-ragu dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya”. (HR. Muslim)
Dan dari Wabishah bin Ma’bad radhiyallahu anhu, ia berkata : “Aku telah datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, lalu beliau bersabda : ‘Apakah engkau datang untuk bertanya tentang kebajikan ?’ Aku menjawab : ‘Benar’. Beliau bersabda : ‘Mintalah fatwa dari hatimu. Kebajikan itu adalah apa-apa yang menentramkan jiwa dan menenangkan hati dan dosa itu adalah apa-apa yang meragukan jiwa dan meresahkan hati, walaupun orang-orang memberikan fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya”. (HR. Imam Ahmad bin Hanbal dan Ad-Darimi, Hadits hasan)
[Imam Ahmad bin Hanbal no. 4/227, Ad-Darimi no. 2/246]


Sabda beliau “Kebajikan itu keluhuran akhlaq”, maksudnya ialah bahwa keluhuran akhlaq adalah sebaik-baik kebajikan, sebagaimana sabda beliau “Haji adalah Arafah”. Adapun kebajikan adalah perbuatan yang menjadikan pelakunya menjadi baik, selalu berupaya mengikuti orang-orang yang berbuat baik, dan taat kepada Allah yang Maha Mulia lagi Maha Tinggi.

Yang dimaksud dengan berakhlaq baik yaitu jujur dalam bermuamalah, santun dalam berusaha, adil dalam hukum, bersungguh-sungguh dalam berbuat kebajikan, dan beberapa sifat orang-orang mukmin yang Allah sebutkan di dalam surah Al Anfal :
“Orang-orang mukmin yaitu orang-orang yang ketika nama Allah disebut, hati mereka gemetar, dan ketika ayat-ayat-Nya dibacakan kepada mereka, iman mereka bertambah, dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (Yaitu) mereka yang melaksanakan shalat dan mengeluarkan infaq dari sebagian harta yang Kami berikan kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar mukmin”. (QS. 8 : 2-4)

Dan firman-Nya :
“Orang-orang yang bertobat, yang beribadah, yang memuji (Allah), yang mengembara (di jalan Allah), yang ruku’, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah berbuat mungkar, serta yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu”. (QS. 9 : 112)

Dan firman-Nya :
“Sungguh beruntung orang-orang mukmin. (Yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya dan orang-orang yang menunaikan zakat dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau terhadap budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari selain dari itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memeliharaa amanat-amanat (yang diberikan kepadanya) dan janjinya dan orang-orang yang akan mewarisi (Yaitu) mewarisi (surga) firdaus, mereka kekal di dalamnya”. (QS. 23 : 1-10)

Dan firman-Nya :
“Hamba-hamba Tuhan yang Maha Pengasih adalah mereka yang berjalan di atas bumi dengan rasa rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka menanggapinya dengan kata-kata yang baik”. (QS. 25 : 63)

Barang siapa yang merasa belum jelas mengenai sifat dirinya, maka hendaklah bercermin pada ayat-ayat tersebut. Dengan adanya semua sifat itu pada dirinya pertanda bahwa dia berakhlaq baik. Sebaliknya, jika semuanya tidak ada pada dirinya pertanda dia berakhlaq buruk. Bila terdapat sebagian saja, maka hendaklah ia bersungguh-sungguh memelihara yang ada itu dan mengupayakan yang belum ada pada dirinya. Janganlah seseorang menganggap bahwa akhlaq baik itu hanyalah bersifat lemah lembut kepada orang lain dan meninggalkan perbuatan-perbuatan keji dan dosa saja, sebaliknya orang yang tidak seperti itu dianggap rusak akhlaqnya. Akan tetapi, yang disebut akhlaq baik yaitu seperti yang telah kami sebutkan mengenai sifat-sifat orang mukmin dan perilaku mereka. Termasuk akhlaq baik ialah sabar menghadapi gangguan dalam menjalankan agama.

Dalam Hadits riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa seorang Arab gunung menarik selendang sutera Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sehingga memekas pada bahu beliau, dan orang itu berkata : “Wahai Muhammad, serahkanlah kepadaku harta Allah yang ada di tanganmu”. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menoleh kepada orang itu, beliau kemudian tertawa dan menyuruh untuk memberi kepada orang itu.
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “dosa adalah apa-apa yang dirimu merasa ragu-ragu dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya” maksudnya adalah perbuatan yang ditolak oleh hati nurani. Ini merupakan suatu pedoman untuk membedakan antara dosa dan kebaikan. Dosa menimbulkan keraguan dalam hati dan tidak senang jika orang lain mengetahuinya. Yang dimaksud dengan “orang lain” di sini adalah orang-orang baik, bukan orang-orang yang telah rusak akhlaqnya. Demikianlah yan disebut dosa, karena itu tinggalkanlah perbuatan tersebut.

Wallaahu a’lam.
=========================


الحديث الثامن والعشرون
HADITS KE-28


BERPEGANG TEGUH PADA SUNNAH RASULULLAH DAN KHULAFAUR RASYIDIN (PARA SAHABAT)
عن أبي نجيح العرباض بن سارية رضي الله عنه قال : وعظنا رسول الله صلى الله عليه وسلم موعظة وجلت منها القلوب وذرفت منها العيون , فقلنا يل رسول الله كأنها موعظة مودعٍ فأوصنا , قال - أوصيكم بتقوى الله عزوجل , والسمع والطاعة وإن تأمر عليك عبد , فإنه من يعش منكم فسيرى اختلافاً كثيراً . فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهدين عضوا عليها بالنواجذ , وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل بدعة ضلالة - رواه أبوداود والترمذي وقال : حديث حسن صحيح
Abu Najih, Al ‘Irbad bin Sariyah ra. ia berkata : “Rasulullah telah memberi nasehat kepada kami dengan satu nasehat yang menggetarkan hati dan membuat airmata bercucuran”. kami bertanya ,"Wahai Rasulullah, nasihat itu seakan-akan nasihat dari orang yang akan berpisah selamanya (meninggal), maka berilah kami wasiat" Rasulullah bersabda, "Saya memberi wasiat kepadamu agar tetap bertaqwa kepada Alloh yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tetap mendengar dan ta'at walaupun yang memerintahmu seorang hamba sahaya (budak). Sesungguhnya barangsiapa diantara kalian masih hidup niscaya bakal menyaksikan banyak perselisihan. karena itu berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang lurus (mendapat petunjuk) dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah olehmu hal-hal baru karena sesungguhnya semua bid'ah itu sesat." (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih)
[Abu Dawud no. 4607, Tirmidzi no. 2676]


Pada sebagian sanad diriwayatkan dengan kalimat

“Sesungguhnya ini adalah nasihat dari orang yang akan berpisah selamanya (meninggal). Lalu apa yang akan engkau pesankan kepada kami ?” Beliau bersabda, “Aku tinggalkan kamu dalam keadaan terang benderang, malamnya seperti siang. Tidak ada yang menyimpang melainkan ia pasti binasa”

Perkataan, “nasihat yang mengena” maksudnya adalah mengena kepada diri kita dan membekas dihati kita. Perkataan, “yang menggetarkan hati kita” maksudnya menjadikan orang takut. Perkataan,”yang mencucurkan air mata” maksudnya seolah-olah nasihat itu bertindak sebagai sesuatu yang menakutkan dan mengancam.
Sabda Rasulullah, “Aku memberi wasiat kepadamu supaya tetap bertaqwa kepada Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tetap mendengar dan mentaati” maksudnya kepada para pemegang kekuasaan. Sabda Beliau, “Walaupun yang memerintah kamu seorang budak”, pada sebagian riwayat disebutkan budak habsyi.

Sebagian Ulama berkata, “Seorang budak tidak dapat menjadi penguasa” kalimat tersebut sekedar perumpamaan, sekalipun hal itu tidak menjadi kenyataan, seperti halnya sabda Rasulullah, “Barangsiapa membangun masjid sekalipun seperti sangkar burung karena Allah, niscaya Allah akan membangukan untuknya sebuah rumah di surga”. Sudah tentu sangkar burung tidak dapat menjadi masjid, tetapi kalimat perumpaan seperti itu biasa dipakai.

Mungkin sekali Rasulullah memberitahukan bahwa akan terjadinya kerusakan sehingga sesuatu urusan dipegang orang yang bukan ahlinya, yang akibatnya seorang budak bisa menjadi penguasa. Jika hal itu terjadi, maka dengarlah dan taatilah untuk menghindari mudharat yang lebih besar serta bersabar menerima kekuasaan dari orang yang tidak dibenarkan memegang kekuasaan, supaya tidak menimbulkan fitnah yang lebih besar.

Sabda Rasulullah, “Sungguh, orang yang masih hidup diantaramu nanti akan melihat banyak perselisihan” ini termasuk salah satu mukjizat beliau yang mengabarkan kepada para shohabatnya akan terjadinya perselisihan dan meluasnya kemungkaran sepeninggal beliau. Beliau telah mengetahui hal itu secara rinci , tetapi beliau tidak menceritakan hal itu secara rinci kepada setiap orang, namun hanya menjelaskan secara global. Dalam beberapa hadits ahad disebtukan beliau menerangkan hal semacam itu kepada Hudzaifah dan Abu Hurairah yang menunjukkan bahwa kedua orang itu memiliki posisi dan tempat yang penting disisi Rosululloh .
Sabda Beliau, “Maka wajib atas kamu memegang teguh sunnahku” sunnah ialah jalan lurus yang berjalan pada aturan-aturan tertentu, yaitu jalan yang jelas.
Sabda Beliau, “dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk” maksudnya mereka yang senantiasa diberi petunjuk. Mereka itu ada 4 orang, sebagaimana ijma’ para ulama, yaitu Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan Ali ra. Rasululloh menyuruh kita teguh mengikuti sunnah Khulafaur Rasyidin karena dua perkara : Pertama, bagi yang tidak mampu berpikir cukup dengan mengikuti mereka.
Kedua, menjadikan pendapat mereka menjadi pilihan utama bila terjadi perselisihan pendapat diantara para shahabat.
Sabdanya “ Jauhilah olehmu perkara-perkara yang baru “. Ketahuilah bahwa perkara yang baru itu ada dua macam.

Pertama, perkara baru yang tidak punya dasar syari’at, hal semacam ini bathil lagi tercela.

Kedua, perkara baru yang dilakukan dengan membandingkan dua pendapat yang setara, perkara baru semacam ini tidak tercela. Kata-kata “perkara baru atau bid’ah” arti asalnya bukanlah perbuatan yang tercela. Akan tetapi, bila pengertiannya ialah menyalahi Sunnah dan menuju kepada kesesatan, maka dengan pengertian semacam itu menjadi tercela, sekalipun secara harfiah makna kata tersebut sama sekali tidak tercela, karena Allah pun di dalam firman-Nya menyatakan : “Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al Qur’an pun yang baru dari Tuhan mereka” (QS. Al Anbiyaa’ :2)
Juga perkatan ‘Umar radhiallahu 'anhu : “Bid’ah yang sebaik-baiknya adalah ini”, yaitu shalat tarawih berjama’ah.

Wallaahu a’lam.
=====================


الحديث التاسع والعشرون
HADITS KE-29


SHALAT LAIL MENGHAPUS DOSA
عن معاذ بن جبل رضي الله عنه قال : قلت يا رسول الله أخبرني عن عمل يدخلني الجنة و يباعدني عن النار ؟ قال - لقد جئت تسأل عن عظيم وإنه ليسير على من يسره الله تعالى عليه : تعبد الله لا تشرك به شيئاً وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة وتصوم رمضان وتحج البيت , ثم قال : ألا أدلك على أبواب الخير ؟ الصوم جُنة والصدقة تطفئ الخطيئة كما يطفئ الماء النار , وصلاة الرجل في جوف الليل ثم تلا - تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُون*فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونََ - ]السجدة16-17]... ثم قال ألا أخبرك برأس الأمر وعموده وذروة سنامه ؟ - قلت : بلى , يا رسول الله قال " رأسٍ الإسلام , وعموده الصلاة وذروة سنامه الجهاد " ثم قال : ألا أخبرك بملاك ذلك كله ؟ " فقلت ك بلى يا رسول الله , فأخذ بلساني وقال - كف عليك هذا - فقلت : يا نبي الله , و إنا لمؤاخذون بما نتكلم ؟ فقال- ثكلتك أمك , وهل يكب الناس في النار على وجوههم - أو قال - على مناخرهم إلا حصائد ألسنتهم ؟! - رواه الترمذي وقال : حديث حسن صحيح
Dari Mu’adz bin Jabal radhiallahu 'anhu, ia berkata : Aku berkata : “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku suatu amal yang dapat memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkan aku dari neraka”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab, “Engkau telah bertanya tentang perkara yang besar, dan sesungguhnya itu adalah ringan bagi orang yang digampangkan oleh Allah ta’ala. Engkau menyembah Allah dan jangan menyekutukan sesuatu dengan-Nya, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan mengerjakan haji ke Baitullah”. Kemudian beliau bersabda : “Inginkah kuberi petunjuk kepadamu pintu-pintu kebaikan? Puasa itu adalah perisai, shadaqah itu menghapuskan kesalahan sebagaimana air memadamkan api, dan shalat seseorang di tengah malam”. Kemudian beliau membaca ayat : “Tatajaafa junuubuhum ‘an madhaaji’… hingga …ya’maluun“. Kemudian beliau bersabda: “Maukah bila aku beritahukan kepadamu pokok amal tiang-tiangnya dan puncak-puncaknya?” Aku menjawab : “Ya, wahai Rasulullah”. Rasulullah bersabda : “Pokok amal adalah Islam, tiang-tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad”. Kemudian beliau bersabda : “Maukah kuberitahukan kepadamu tentang kunci semua perkara itu?” Jawabku : “Ya, wahai Rasulullah”. Maka beliau memegang lidahnya dan bersabda : “Jagalah ini”. Aku bertanya : “Wahai Rasulullah, apakah kami dituntut (disiksa) karena apa yang kami katakan?” Maka beliau bersabda : “Semoga engkau selamat. Adakah yang menjadikan orang menyungkurkan mukanya (atau ada yang meriwayatkan batang hidungnya) di dalam neraka, selain ucapan lidah mereka?” (HR. Tirmidzi, ia berkata : “Hadits ini hasan shahih)
[Tirmidzi no. 2616]


Sabda beliau “engkau telah bertanya tentang perkara yang besar, dan sesungguhnya itu adalah ringan bagi orang yang digampangkan oleh Allah ta’ala”, maksudnya bagi orang yang diberi taufiq oleh Allah kemudian diberi petunjuk untuk beribadah kepada-Nya dengan menjalankan agama secara benar, yaitu menyembah kepada Allah tanpa sedikit pun menyekutukan-Nya dengan yang lain.

Kemudian sabda beliau “mengerjakan shalat”, yaitu melaksanakannya dengan cara dan keadaan paling sempurna. Kemudian beliau menyebutkan syari’at-syari’at Islam yang lain, seperti zakat, puasa dan haji.

Kemudian sabda beliau “inginkah kuberi petunjuk kepadamu pintu-pintu kebaikan? Puasa itu adalah perisai”, maksudnya adalah selain puasa Ramadhan, karena puasa yang wajib telah diterangkan sebelumnya. Jadi, maksudnya ialah banyak berpuasa sunnat. Perisai maksudnya ialah puasa itu menjadi tirai dan penjaga dirimu dari siksa neraka.

Kemudian sabda beliau “shadaqah itu menghapuskan kesalahan”. Maksud shadaqah di sini adalah zakat.

Sabda beliau “shalat seseorang di tengah malam”.

Kemudian beliau membaca ayat :
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo’a kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka. Maka suatu jiwa tidak dapat mengetahui apa yang dirahasiakan untuk mereka, yaitu balasan yang menyejukkan mata, sebagai ganjaran dari amal yang telah mereka lakukan”.
(QS. As Sajadah 32 : 16-17)

maksudnya orang yang shalat tengah malam, dia mengorbankan kenikmatan tidurnya dan lebih mengutamakan shalat karena semata-mata mengharapkan pahala dari Tuhannya, seperti tersebut pada firman-Nya : “Maka suatu jiwa tidak dapat mengetahui apa yang dirahasiakan untuk mereka, yaitu balasan yang menyejukkan mata, sebagai ganjaran dari amal yang telah mereka lakukan”. Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Allah sangat membanggakan orang-orang yang melakukan shalat malam di saat gelap dengan firman-Nya dalam sebuah Hadits Qudsi : “Lihatlah hamba-hamba-Ku ini. Mereka berdiri shalat di gelap malam saat tidak ada siapa pun melihatnya selain Aku. Aku persaksikan kepada kamu sekalian (para malaikat) sungguh Aku sediakan untuk mereka negeri kehormatan-Ku”.

Sabda beliau : “Maukah kuberitahukan kepadamu tentang kunci semua perkara itu?” Jawabku : “Ya, wahai Rasulullah”. Maka beliau memegang lidahnya dan bersabda : “Jagalah ini”. Aku bertanya : “Wahai Rasulullah, apakah kami dituntut (disiksa) karena apa yang kami katakan?” Maka beliau bersabda : “Semoga engkau selamat. Adakah yang menjadikan orang menyungkurkan mukanya (atau ada yang meriwayatkan batang hidungnya) di dalam neraka, selain ucapan lidah mereka?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengumpamakan perkara ini dengan unta jantan dan Islam dengan kepala unta, sedangkan hewan tidak akan hidup tanpa kepala.

Kemudian sabda beliau “tiang-tiangnya adalah shalat”. Tiang suatu bangunan adalah alat penyangga yang menegakkan bangunan tersebut, karena bangunan tidak akan dapat berdiri tegak tanpa tiang.

Sabdanya “puncaknya adalah jihad”, artinya jihad itu tidak tertandingi oleh amal-amal lainnya, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Ia berkata bahwa ada seseorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lalu berkata :
“Tunjukkan kepadaku amal yang sepadan dengan jihad”. Sabda beliau : “Tidak aku temukan”. Kemudian sabda beliau : “Adakah engkau sanggup masuk ke dalam masjid, lalu kamu melakukan shalat Lail tanpa henti dan puasa tanpa berbuka selama seorang mujahid pergi (berperang)?” Orang itu menjawab : “Siapa yang sanggup berbuat begitu!”

Sabdanya : “maukah kuberitahukan kepadamu tentang kunci semua perkara itu?” Jawabku : “Ya, wahai Rasullah”. Maka beliau memegang lidahnya dan bersabda : “Jagalah ini”, maksudnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menggalakkan dia pertama kali untuk berjihad melawan orang kafir, kemudian dialihkan kepada jihad yang lebih besar, yaitu jihad melawan hawa nafsu, menahan perkataan yang menyakitkan atau menimbulkan kerusakan karena sebagian besar manusia masuk neraka karena lidahnya.

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Semoga engkau selamat. Adakah yang menjadikan orang menyungkurkan mukanya (atau ada yang meriwayatkan batang hidungnya) di dalam neraka, selain ucapan lidah mereka?” Penjelasannya telah ada pada Hadits riwayat Bukhari dan Muslim yang berbunyi :
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhirat hendaklah ia berkata baik atau diam”.

Demikian juga pada Hadits lain disebutkan :
“Barang siapa memberi jaminan kepadaku untuk menjaga apa yang ada di antara kedua bibirnya dan apa yang ada di antara kedua pahanya, maka aku jamin dia masuk surga”
========================


الحديث الثلاثون
HADITS KE-30


LAKSANAKAN PERINTAH AGAMA DAN MENJAUHI LARANGAN AGAMA
عن أبي ثعلبة الخشني جرثوم بن ناشر – رضي الله عنه – عن رسول الله صلى الله علية وسلم قال : " إن الله تعالى فرض فرائض فلا تضيعوها،وحد حدودا فلا تعتدوها، وحرم أشياء فلا تنتهكوها ، وسكت عن أشياء رحمة لكم غير نسيان فلا تبحثوا عنها ". حديث حسن رواه الدارقطني وغيره
Dari Abu Tsa’labah Al Khusyani, jurtsum bin Nasyir radhiallahu 'anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau telah bersabda : “ Sesungguhnya Allah ta’ala telah mewajibkan beberapa perkara, maka janganlah kamu meninggalkannya dan telah menetapkan beberapa batas, maka janganlah kamu melampauinya dan telah mengharamkan beberapa perkara maka janganlah kamu melanggarnya dan Dia telah mendiamkan beberapa perkara sebagai rahmat bagimu bukan karena lupa, maka janganlah kamu membicarakannya”. (HR. Daraquthni, Hadits hasan)
[Daruquthni dalam Sunannya no. 4/184]


Larangan membicarakan hal-hal yang didiamkan oleh Allah sejalan dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
“Biarkanlah aku dengan apa yang telah aku biarkan kepada kamu sekalian, karena sesungguhnya hancurnya umat sebelum kamu disebabkan mereka banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka”.

Sebagian ulama berkata : “Bani Israil dahulu banyak bertanya, lalu diberi jawaban dan mereka diberi apa yang menjadi keinginan mereka, sampai hal itu menjadi fitnah bagi mereka , karena itulah mereka menjadi binasa. Para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memahami hal tersebut dan menahan diri untuk tidak bertanya kecuali hal-hal yang sangat penting. Mereka heran menyaksikan orang-orang Arab gunung bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, lalu mereka mendengarkan jawabannya dan memperhatikannya dengan seksama.

Ada suatu kaum yang sikapnya berlebih-lebihan, sampai mereka berkata : “Tidak boleh bertanya kepada ulama mengenai suatu kasus sampai kasus tersebut benar-benar terjadi”. Ulama salaf ada juga yang berpendapat seperti itu. Mereka berkata : “Biarkanlah suatu masalah sampai benar-benar telah terjadi”. Akan tetapi, ketika para ulama merasa khawatir ilmu agama ini lenyap, maka mereka kemudian membahas masalah-masalah ushul (pokok), menguraikan masalah-masalah furu’ (cabang), memperluas dan menjelaskan berbagai hal.

Para ulama berselisih pendapat dalam banyak perkara yang agama belum menetapkan hukumnya. Apakah perkara tersebut termasuk yang haram atau mubah atau didiamkan. Ada tiga pendapat dalam hal ini, dan semuanya itu dibicarakan dalam kitab-kitab Ushul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar