Kantor Pemelihara Silsilah Alawiyin di Indonesia
Di Indonesia, siapa pun yang
berurusan dengan nasab keturunan Rasulullah saw tentu kenal Rabithah
Alawiyah. Lembaga ini berdiri tahun 1928. Salah satu tugas yang
diembannya adalah mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan nasab
keturunan Nabi Muhammad saw.
Mengingat begitu pentingnya masalah
nasab, dibentuklah lembaga khusus bernama Maktab Daimi. Dalam artikel 4,
tujuan dan cita-cita Rabithah Alawiyah, di antaranya disebutkan,
Rabithah Alawiyah berusaha untuk mengadakan satu badan yang bertugas
mencatat kaum sayid yang tersebar di berbagai penjuru Nusantara.
Maktab Daimi adalah lembaga nasab resmi
badan otonom Rabithah Alawiyah yang bertugas memelihara sejarah dan
sensus Alawiyin. Pendirian lembaga ini telah memperoleh kesepakatan
bulat dan mendapatkan ridha serta izin para tokoh, sesepuh, dan ulama
Alawiyin. Di antaranya, Habib Alwi bin Thahir Al-Haddad (mufti Johor),
Habib Ahmad bin Abdullah Assegaf (pengarang kitab silsilah Chidmah al-Asyirah), Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang).
Untuk menjalankan tugas ini, ditunjuklah
Sayid Ali bin Ja’far Assegaf, yang saat itu duduk di Dewan Pengawas
Rabithah Alawiyah cabang Betawi. Dengan biaya dari Rabithah Alawiyah dan
didukung pula oleh seorang dermawan bernama Sayid Syech bin Ahmad bin
Syahab, beliau mencatat keluarga sayid yang tersebar di Indonesia,
hingga sampai saat ini bukan saja dari Indonesia, dari luar negeri pun
banyak sayid yang datang untuk memeriksakan kebenaran nasabnya.
Sayid Ali bin Ja’far Assegaf banyak
menerima data sensus para sayid dari Rabithah cabang, yang berada di
beberapa daerah di Indonesia. Beliau tidak seorang diri dalam
menjalankan tugasnya. Dalam pencatatan nasab di daerah, sayid Ali bin
Ja’far Assegaf banyak dibantu oleh tim yang dibentuk oleh Rabithah
Alawiyah cabang. Di Palembang misalnya, beliau dibantu oleh tim
pencatatan nasab yang terdiri dari Syechan bin Alwi bin Syahab sebagai
ketua tim dan dibantu oleh anggota-anggotanya seperti Abubakar bin Ali
Al-Musawa, Ali bin Hamid bin Syech Abubakar, Ahmad bin Umar bin Syahab,
Muhammad bin Zen Al-Hadi, Ibrahim bin Usman Al-Fakhar, Muhammad bin
Syech Alkaf, Abdurrahman bin Abdullah Al-Haddad, Salim bin Abdullah
Alkaf dan Syahabuddin bin Umar syahab. Total keluarga Alawiyin yang
tercatat pada tahun 1930-an di Indonesia sekitar 17.000 orang.
Ketika kepengurusan meng-update data
melalui program komputerisasi, mulai tahun 1937 sampai 2002, terdapat
100.000-an sayid yang namanya telah terdaftar di buku besar nasab (15
jilid). Di samping mengikuti prosedur yang telah ditentukan dalam
Anggaran Rumah Tangga Rabithah Alawiyah, lembaga ini juga menempatkan
kesaksian lingkungan sebagai salah satu syarat yang sangat penting untuk
menguatkan kebenaran nasab seseorang, di samping data-data yang
terdapat pada buku rujukan nasab yang dimilikinya. Pedoman tersebut
berdasarkan pendapat Imam Abu Hanifah, “Dengan tersiar luas, nasab,
kematian, dan pernikahan dapat ditetapkan.” Juga, pernyataan Ibnu
Qudamah Al-Hanbali, “Telah sepakat ulama atas sahnya kesaksian mengenai
nasab dan kelahiran seseorang, karena nasab atau kelahirannya dikenal
atau tersiar luas di kalangan masyarakat.”
Adapun kitab rujukan yang digunakan oleh Maktab Daimi – seperti kitab Syamsu al-Dzahirah,
karya Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur, tulisan tangan asli
dari Salman bin Said bin Awad Baghouts berjumlah tujuh jilid, kitab
tulisan tangan Habib Ali bin Ja’far Assegaf berjumlah tiga jilid, buku
hasil sensus Alawiyin di Indonesia, buku besar nasab yang merupakan
pengembangan buku tulisan Habib Ali bin Ja’far Asseggaf yang ditulis
oleh Habib Abdullah bin Isa bin Hud Al-Habsyi berjumlah 15 jilid –
semuanya adalah yang asli, dan hanya dimiliki oleh Maktab Daimi.
Maktab Daimi menyadari sepenuhnya makna
hadits yang diriwayatkan Abu Dzar Al-Ghifari. Rasulullah SAW bersabda,
“Seseorang yang mengaku bernasab kepada lelaki yang bukan ayahnya,
sedangkan ia mengetahuinya, adalah kafir. Dan barang siapa mengaku
bernasab kepada suatu kaum yang bukan kaumnya, bersiaplah untuk
mengambil tempatnya di neraka.” Oleh karena itulah, lembaga ini
berkewajiban mengingatkan sesama muslim agar tidak terjerumus ke dalam
kekafiran.
Sebaliknya, Maktab Daimi berusaha menjaga
amanah yang suci untuk menjaga kesahihan nasab Alawiyin. Dan dalam
konteks ini, patut kita renungkan kata-kata bijak Syaikh Al-Qassar,
“Hendaklah setiap keluarga Nabi Muhammad saw, bahkan sekalian kaum
muslimin, berkasih sayang dan menjaga keturunan yang mulia itu dengan
mencatat keluarga dan keturunannya secara teliti, agar tidak seorang pun
bisa mengaku dirinya termasuk keturunan Rasulullah saw melainkan dengan
alasan yang kuat, yaitu menurut apa-apa yang telah dilakukan oleh umat
Islam yang lebih dulu. Karena hal itu merupakan kehormatan dan kebesaran
baginya.”
Sumber : Maktab Daimi dengan beberapa perubahan redaksi kalimat.
sumber:http://benmashoor.wordpress.com/2010/09/06/kantor-pemelihara-nasab-alawiyin-di-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar