Syariah
Dasar Hukum Pentingnya Lokalisasi
==============
HIV&AIDS telah benar mewabah di Indonesia.
Penyebarannya pun sudah sampai pada hampir semua kabupaten di
Indonesia. Penyakit HIV yang salah satu penularannya disebabkan oleh
pola hubungan yang tidak aman ini sering dialamatkan pada pekerja seks
yang menjadi biang keladinya. Terlepas dari itu, wabah AIDS sudah
menjadi ancaman serius bagi bangsa.Untuk meminimalisir penularan HIV, salah satu Strategi
Nasional dalam penanggulangan HIV dan AIDS yang sedang dikembangkan
adalah membentuk organisasi komunitas yang akan menjadi wadah bagi
mereka untuk turut berpartisipasi dalam program penanggulangan HIV dan
AIDS. Salah satu yang sudah terbentuk dengan fasilitasi KPAN adalah
Organisasi Pekerja Seks Indonesia (OPSI) yang menghuni tepat-tempat
lokalisasi. Ini bisa dipahami, karena organisasi ini dibentuk oleh
negara, maka kehadiran dan aktivitasnya menjadi legal.
Tindakan-tindakan stigmatik dan kriminalisasi terhadap mereka menjadi
tidak bisa dibenarkan. Sementara itu, perzinaan atau seks bebas
merupakan perbuatan yang dilarang agama.
Pada hakikatnya, kewajiban pemerintah adalah menegakkan keadilan bagi masyarakat sehingga kemaslahatan tercapai. Pemerintah harus membuat regulasi yang melarang praktek perzinahan dan pada saat yang sama menegakkan regulasi tersebut. Inilah maslahah ‘ammah yang wajib dilakukan pemerintah.
تصرف الإمام على الرعية منوط بالمصلحة
perlakuan (kebijakan) imam atas rakyat mengacu pada maslahat”
Lokalisasi hadir sebagai solusi pemerintah untuk mengurangi dampak negatif perzinahan, bukan menghalalkannya. Dengan dilokalisir, efek negatif perzinahan dapat dikelola dan dikontrol sehingga tidak menyebar ke masyarakat secara luas, termasuk penyebaran virus HIV. Dengan kontrol yang ketat dan penyadaran yang terencana, secara perlahan keberadaan lokalisasi akan tutup dengan sendirinya karena para penghuninya telah sadar dan menemukan jalan lain yang lebih santun.
Tujuan ini akan tercapai manakala program lokalisasi dibarengi dengan konsistensi kebijakan dan usaha secara massif untuk menyelesaikan inti masalahnya. Kemiskinan, ketimpangan sosial, peyelewengan aturan, dan tatatan sosial harus diatasi. Mereka yang melakukan praktik perzinahan di luar lokalisasi juga harus ditindak tegas. Jika saja prasyarat tersebut dilakukan, tentu mafsadahnya lebih ringan dibanding kondisi yang kita lihat sekarang.
(Sumber: Hasil Bahtsul Masail Diniyah Lembaga Kesehatan NU tentang Penanggulangan HIV-AIDS/Red. Ulil H)
sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,11-id,49730-lang,id-c,syariah-t,Dasar+Hukum+Pentingnya+Lokalisasi-.phpx
Pada hakikatnya, kewajiban pemerintah adalah menegakkan keadilan bagi masyarakat sehingga kemaslahatan tercapai. Pemerintah harus membuat regulasi yang melarang praktek perzinahan dan pada saat yang sama menegakkan regulasi tersebut. Inilah maslahah ‘ammah yang wajib dilakukan pemerintah.
تصرف الإمام على الرعية منوط بالمصلحة
perlakuan (kebijakan) imam atas rakyat mengacu pada maslahat”
Lokalisasi hadir sebagai solusi pemerintah untuk mengurangi dampak negatif perzinahan, bukan menghalalkannya. Dengan dilokalisir, efek negatif perzinahan dapat dikelola dan dikontrol sehingga tidak menyebar ke masyarakat secara luas, termasuk penyebaran virus HIV. Dengan kontrol yang ketat dan penyadaran yang terencana, secara perlahan keberadaan lokalisasi akan tutup dengan sendirinya karena para penghuninya telah sadar dan menemukan jalan lain yang lebih santun.
Tujuan ini akan tercapai manakala program lokalisasi dibarengi dengan konsistensi kebijakan dan usaha secara massif untuk menyelesaikan inti masalahnya. Kemiskinan, ketimpangan sosial, peyelewengan aturan, dan tatatan sosial harus diatasi. Mereka yang melakukan praktik perzinahan di luar lokalisasi juga harus ditindak tegas. Jika saja prasyarat tersebut dilakukan, tentu mafsadahnya lebih ringan dibanding kondisi yang kita lihat sekarang.
الضرر الأشد يزال بالضرر الأخف ( ابن النجيم الحنفي ، تحقيق مطيع الحافظ , الأشباه والنظائر، بيروت- دار الفكر ، ص: 96)
“Bahaya yang lebih besar dihilangkan dengan bahaya yang lebih ringan.” ( Ibn Nujaim Al-Hanafi, al-Asybah wa an-Nazhair, tahqiq Muthi` Al-Hafidz, Bairut-Dar Al-Fikr, hal: 96)
فإنكار المنكر أربع
درجات الأولى أن يزول ويخلفه ضده الثانية أن يقل وإن لم يزل بجملته الثالثة
أن يخلفه ما هو مثله الرابعة أن يخلفه ما هو شر منه فالدرجتان الأوليان
مشروعتان والثالثة موضع اجتهاد والرابعة محرمة (ابن قيم الجوزية، إعلام
الموقعين عن رب العالمين، تحقيق : طه عبد الرءوف سعد, بيروت-دار الجيل،
1983م، الجزء الثالث، ص. 4)
"Inkar terhadap perkara yang munkar itu ada empat tingkatan.
Pertama : perkara yang munkar hilang dan digantikan oleh kebalikannya (
yang baik atau ma’ruf); kedua : perkara munkar berkurang sekalipun
tidak hilang secara keseluruhan; ketiga : perkara munkar hilang
digantikan dengan kemunkaran lain yang kadar kemungkrannya sama.
Keempat: perkara munkar hilang digantikan oleh kemungkaran yang lebih
besar. Dua tingkatan yang pertama diperintahkan oleh syara’, tingkatan
ketiga merupakan ranah ijtihad, dan tingkatan keempat hukumnya haram". (Ibn Qoyyim al-Jauziyah, I’lam al-Muwaqi'in an Rabbi al-‘Alamin, tahqiq: Thaha Abdurrouf Saad, Bairut- Dar al-Gel, 1983. M, vol: III, h. 40) (Sumber: Hasil Bahtsul Masail Diniyah Lembaga Kesehatan NU tentang Penanggulangan HIV-AIDS/Red. Ulil H)
sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,11-id,49730-lang,id-c,syariah-t,Dasar+Hukum+Pentingnya+Lokalisasi-.phpx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar