PERSIAPAN MUNAS-KONBES 2012
R'ais 'Aam Instruksikan Kaji Batas Keta'atan pada Pemerintah
============
Jakarta, NU Online
Rais Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Sahal Mahfudh menginstruksikan kepada panitia Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama NU 2012 untuk mengkaji kembali batas ketaatan warga kepada pemerintah. Hal ini terkait keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai status hukum anak luar nikah yang dinilai bertentangan dengan syariat Islam.
Instruksi Rais Aam ini disampaikan oleh panitia komisi Bahtsul Masail Diniyah dalam rapat gabungan panitia pusat dan daerah Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) 2012 di Cirebon. Rapat panitia diadakan di kantor PBNU, Jakarta, Senin (2/4).
Mahkamah Konstitusi dalam putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010 mengabulkan permohonan Aisyah Mohtar dan Muhammad Iqbal Ramadhan, terkait uji materi UU Perkawinan 1974 mengenai status hukum anak luar nikah. Materi yang digugat antara lain Pasal 43 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”.
Putusan MK menyatakan pasal ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya.
Ditambahkan pula bahwa pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau ala bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya.
KH Sahal Mahfudh menginstruksikan Munas NU membahas apakah keputusan pemerintah, dalam hal ini MK tersebut masih pantas untuk ditaati. “Ini karena keputusan MK dinilai bertentangan dengan Islam,” kata Sarmidi Husna membacakan rancangan masail diniyyah maudluiyyah dan qonuniyyah yang akan dibahas dalam Munas NU di Cirebon.
Ditambahkan, keputusan MK berbeda dengan ketentuan fikih (hukum Islam) yang menyatakan bahwa anak luar nikah atau anak yang lahir di luar perkawinan yang sah hanya mempunyai nasab dengan ibunya. Hal ini terkait dengan ketentuan Islam mengenai larangan adanya perzianahan, sementara Keputusan MK dinilai akan berimplikasi melegalkan perzinahan.
Hal lain yang akan dibahas dalam Munas adalah mengenai konsep ‘amar ma’ruf nahi munkar’. Ini terkait dengan tindakan pengrusakan beberapa kelompok umat Islam dengan alasan melakukan tindakan ‘nahi munkar’. Tema lain yang akan dibahas dalam Munas adalah ketentuan fikih mengenai perampasan atas aset koruptor.
Rais Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Sahal Mahfudh menginstruksikan kepada panitia Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama NU 2012 untuk mengkaji kembali batas ketaatan warga kepada pemerintah. Hal ini terkait keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai status hukum anak luar nikah yang dinilai bertentangan dengan syariat Islam.
Instruksi Rais Aam ini disampaikan oleh panitia komisi Bahtsul Masail Diniyah dalam rapat gabungan panitia pusat dan daerah Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) 2012 di Cirebon. Rapat panitia diadakan di kantor PBNU, Jakarta, Senin (2/4).
Mahkamah Konstitusi dalam putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010 mengabulkan permohonan Aisyah Mohtar dan Muhammad Iqbal Ramadhan, terkait uji materi UU Perkawinan 1974 mengenai status hukum anak luar nikah. Materi yang digugat antara lain Pasal 43 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”.
Putusan MK menyatakan pasal ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya.
Ditambahkan pula bahwa pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau ala bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya.
KH Sahal Mahfudh menginstruksikan Munas NU membahas apakah keputusan pemerintah, dalam hal ini MK tersebut masih pantas untuk ditaati. “Ini karena keputusan MK dinilai bertentangan dengan Islam,” kata Sarmidi Husna membacakan rancangan masail diniyyah maudluiyyah dan qonuniyyah yang akan dibahas dalam Munas NU di Cirebon.
Ditambahkan, keputusan MK berbeda dengan ketentuan fikih (hukum Islam) yang menyatakan bahwa anak luar nikah atau anak yang lahir di luar perkawinan yang sah hanya mempunyai nasab dengan ibunya. Hal ini terkait dengan ketentuan Islam mengenai larangan adanya perzianahan, sementara Keputusan MK dinilai akan berimplikasi melegalkan perzinahan.
Hal lain yang akan dibahas dalam Munas adalah mengenai konsep ‘amar ma’ruf nahi munkar’. Ini terkait dengan tindakan pengrusakan beberapa kelompok umat Islam dengan alasan melakukan tindakan ‘nahi munkar’. Tema lain yang akan dibahas dalam Munas adalah ketentuan fikih mengenai perampasan atas aset koruptor.
sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,37285-lang,id-c,nasional-t,Rais+Aam+Instruksikan+Kaji+Batas+Ketaatan+pada+Pemerintah-.phpx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar