Agus Sunyoto: Perlawanan Diponegoro Dimulai dari Pesantren
====================
Malang, NU Online
Kemerdekaan Indonesia tidak bisa lepas dari cerita panjang perlawanan para pejuang, salah satunya peperangan Pengeran Diponegoro yang membuat Belanda kehabisan akal untuk menahan sang pejuang yang bernama asli Raden Mas Mustahal atau Raden Ontowiryo itu.
“Perang Diponegoro salah satu perang yang membuat Belanda rugi berat,” begitu kata Agus Sunyoto dalam Kajian rutin di Pesantren Global, Malang, Selasa (28/5).
Dalam kesempatan kali itu, ia menjelaskan Babad Diponegoro, Pupuh 1 pada para santri. Meski serat yang di pegang Romo adalah versi Surakarta namun dalam serat tersebut mengisahkan kisah hidup, perjuangan serta perjalanan ruhani sang pangeran, karena karya tulis Pangeran Diponegoro yang asli berada di London.
“Belanda tidak hanya menjajah Indonesia namun juga mencuri harta berharga miliki bangsa ini, dengan agenda besar yakni agar kita melupakan sejarah nenek moyang kita,” terang Agus Sunyoto yang oleh para santrinya kerap dipanggil Romo.
Dalam pupuh tersebut dijelaskan, bangsawan kraton ini hidup di kalangan rakyat jelata dalam cengkraman Belanda saat itu, melihat kesengsaraan masyarakat inilah Pangeran Diponegoro bangkit dan menimba ilmu di pesantren-pesantren.
Guru sang pangeran adalah Tabrazani, seorang mursyid thariqah syattariyah yang berguru pada Kiai Noer Iman, saudara kandung Sultan Hamengkubuwano I.
Tidak puas pada satu guru, Diponegoro muda nyantri di berbagai pesantren untuk memperkuat batin, olah pikir, dan olah kanuragan. Keingintahuan Diponegoro sangat tinggi, namun ketika kebangsawanannya tercium teman-teman santri yang lain Diponegooro hengkang dari pesantren tersebut.
Begitu dekat, sang pangeran dengan dunia pesantren yang menjadi jembatan Diponegoro berjalan menyusuri tanah jawa, berdiam di goa-goa untuk mengobati sakitnya akan tekanan-tekanan terhadap masyarakat yang dilihat jelas di sekitarnya.
Dalam dunia pesantren, pangeran Diponegoro di beri nama oleh sang guru “Seh Ngabdurakhim” (Syekh Abdul Rokhim), dalam perjalan menyepi sang Seh, datanglah Sunan Kali yakni Sunan Kali Jaga, yang memberi khabar bahwa She Ngabdurahim akan menjadi wasilah terusirnya Belanda dari Negeri Nusantara, meski jabatan sebagai Ratu Jawa hanya ngerang-erang nuli musna (sebentar dan kemudian sirna).
Namun dalam waktu yang singkat itu Pangeran Diponegoro akan membuat Belanda kocar-kacir.
Tak pelak, sang ramalan yang diwaskitakan sejak ia kecil pun terjadi, kebijakan-kebijakan Pangeran Diponegoro yang memihak rakyat adalah bentuk perlawanan beliau pada Belanda yang semena-mena.
Perang Diponegooro pun terjadi, dalam pupu tersebut disebutkan jika Belanda mengalami kerugian besar-besaran akibat melawan Pangeran Diponegoro, meski pada akhirnya Pangeran tertangkap dan diasingkan, namun peperangan ini adalah awal perlawanan yang sangat besar dan muncullah perlawanan-perlawanan selanjutnya oleh pejuang.
“Namun setelah itu, banyak sekali serat-serat, pustaka dan peninggalan-peninggalan kerajaan di Tanah Jawa dicuri oleh Belanda, tidak sedikit pustaka-pustaka itu yang diperjualbelikan,” papar penyusun Atlas Walisongo itu.
Kemerdekaan Indonesia tidak bisa lepas dari cerita panjang perlawanan para pejuang, salah satunya peperangan Pengeran Diponegoro yang membuat Belanda kehabisan akal untuk menahan sang pejuang yang bernama asli Raden Mas Mustahal atau Raden Ontowiryo itu.
“Perang Diponegoro salah satu perang yang membuat Belanda rugi berat,” begitu kata Agus Sunyoto dalam Kajian rutin di Pesantren Global, Malang, Selasa (28/5).
Dalam kesempatan kali itu, ia menjelaskan Babad Diponegoro, Pupuh 1 pada para santri. Meski serat yang di pegang Romo adalah versi Surakarta namun dalam serat tersebut mengisahkan kisah hidup, perjuangan serta perjalanan ruhani sang pangeran, karena karya tulis Pangeran Diponegoro yang asli berada di London.
“Belanda tidak hanya menjajah Indonesia namun juga mencuri harta berharga miliki bangsa ini, dengan agenda besar yakni agar kita melupakan sejarah nenek moyang kita,” terang Agus Sunyoto yang oleh para santrinya kerap dipanggil Romo.
Dalam pupuh tersebut dijelaskan, bangsawan kraton ini hidup di kalangan rakyat jelata dalam cengkraman Belanda saat itu, melihat kesengsaraan masyarakat inilah Pangeran Diponegoro bangkit dan menimba ilmu di pesantren-pesantren.
Guru sang pangeran adalah Tabrazani, seorang mursyid thariqah syattariyah yang berguru pada Kiai Noer Iman, saudara kandung Sultan Hamengkubuwano I.
Tidak puas pada satu guru, Diponegoro muda nyantri di berbagai pesantren untuk memperkuat batin, olah pikir, dan olah kanuragan. Keingintahuan Diponegoro sangat tinggi, namun ketika kebangsawanannya tercium teman-teman santri yang lain Diponegooro hengkang dari pesantren tersebut.
Begitu dekat, sang pangeran dengan dunia pesantren yang menjadi jembatan Diponegoro berjalan menyusuri tanah jawa, berdiam di goa-goa untuk mengobati sakitnya akan tekanan-tekanan terhadap masyarakat yang dilihat jelas di sekitarnya.
Dalam dunia pesantren, pangeran Diponegoro di beri nama oleh sang guru “Seh Ngabdurakhim” (Syekh Abdul Rokhim), dalam perjalan menyepi sang Seh, datanglah Sunan Kali yakni Sunan Kali Jaga, yang memberi khabar bahwa She Ngabdurahim akan menjadi wasilah terusirnya Belanda dari Negeri Nusantara, meski jabatan sebagai Ratu Jawa hanya ngerang-erang nuli musna (sebentar dan kemudian sirna).
Namun dalam waktu yang singkat itu Pangeran Diponegoro akan membuat Belanda kocar-kacir.
Tak pelak, sang ramalan yang diwaskitakan sejak ia kecil pun terjadi, kebijakan-kebijakan Pangeran Diponegoro yang memihak rakyat adalah bentuk perlawanan beliau pada Belanda yang semena-mena.
Perang Diponegooro pun terjadi, dalam pupu tersebut disebutkan jika Belanda mengalami kerugian besar-besaran akibat melawan Pangeran Diponegoro, meski pada akhirnya Pangeran tertangkap dan diasingkan, namun peperangan ini adalah awal perlawanan yang sangat besar dan muncullah perlawanan-perlawanan selanjutnya oleh pejuang.
“Namun setelah itu, banyak sekali serat-serat, pustaka dan peninggalan-peninggalan kerajaan di Tanah Jawa dicuri oleh Belanda, tidak sedikit pustaka-pustaka itu yang diperjualbelikan,” papar penyusun Atlas Walisongo itu.
sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,44800-lang,id-c,nasional-t,Agus+Sunyoto++Perlawanan+Diponegoro+Dimulai+dari+Pesantren-.phpx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar