==================
Kiai Wahab dan Kiai Bisri Berdebat Soal Aurat
===================
Beberapa tahun
setelah kemerdekaan RI, para santri putri di pesantren-pesantren
berinisiatif mengadakan kegiatan-kegiatan dalam rangka mengisi
kemerdekaan. Mereka tidak mau kalah dengan organisasi-organisasi
perempuan terutama dari Partai Komunis Indonesia (Gerwani) yang lebih
sering tampil dimuka umum.
Para santri putri ini kemudian merencanakan membuat satu grup
drumband. Nah, ternyata Kiai Bisri Syamsuri mendengar geliat ini. Dengan
bersemangat beliau melarang kegiatan ini. Perempuan tidak boleh main
drumband. Nanti auratnya kelihatan, katanya.
Para santri putri lantas melaporkan, peringatan Kiai Bisri ini ke
Kiai Abdul Wahab Chasbullah yang adalah kakak ipar Kiai BIsri sendiri.
Biasanya, kiai Wahablah satu-satunya kiai yang lebih memahami keinginan
mereka. Kiai Wahab lantas menemui Kiai Bisri. Nggak apa-apa wong masih
pakek kerudung koq, nggak seperti Gerwani. Pokoknya, auratnya nggak
kelihatan, katanya kepada Kiai Bisri. Kiai Bisri terdiam, tidak
melarang.
Baiklah grup drumband jadi dibentuk. Kiai Wahab berpesan, Janganlah
sampai Kiai Bisri tahu dulu! Para santri putri yang tergabung di
dalamnya langsung mengadakan latihan. Ada yang menenteng drum kecil, ada
yang lebih besar sampai seperti bedug kemudian dipukul-pukul. Ada juga
yang membawa tongkat kemudian diayun-ayunkan ke atas. Rupaya dia
memimpin drumband-nan itu. Tiba-tiba kiai Wahab meminta latihan itu
dihentikan. Jangan pake goyang-goyang, itu namanya aurat, kata Kiai
Wahab kepada salah seorang yang membawa tongkat. Kiai Bisri yang
kemudian ikut menyaksikan drumband-nan itu mengetahui hal itu
manggut-manggut.
Jauh-jauh hari sebelumnya, pada masa-masa menjelang kemerdekaan,
perempuan-perempuan pesantren melakukan demonstrasi menuntut para kiai
agar mereka diperkenankan untuk bergabung dalam pasukan non-reguler
Hizbullah dan Sabilillah, berjihad mengusir para kumpeni. Para kiai
menenangkan, Perempuan juga punya kesempatan untuk berjihad. Jihadnya
perempuan itu di rumah tangga. Namun itu tidak membuat semangat kaum
perempuan kendur. Mereka tetap memaksa bergabung dengan pasukan perang.
Kiai Bisri pun bersuara. Perempuan tidak boleh ikut berperang,
karena berbahaya. Lagi-lagi Kiai Wahab tampil dan ikut bersura, Tidak
apa-apa asal tetap menutup aurat dan yang menjadi pimpinan tetap
laki-laki, perempuan mengikuti komando saja kalau nanti pas nyerang.
Demikianlah. Ada Kiai Bisri yang sangat berhati-hati dalam memberikan
fatwa. Hukum harus berdasarkan dalil yang paling jelas, dan aturan
harus diputuskan dengan sangat hati-hati. Ada juga kiai Wahab
mengedepankan efektifitas dan katakanlah semacam substansi hukum,
kaitannya dengan pengabdian para santri, warga NU untuk negaranya
tercinta, Indonesia. Dan bukan untuk yang lain. (a khoirul anam)
sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,7-id,7676-lang,id-c,fragmen-t,Kiai+Wahab+dan+Kiai+Bisri+Berdebat+Soal+Aurat-.phpx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar