Kenapa Wanita Membenci Poligami ?
===================================
sahabatku semua yang dirahmati Allah. apa-apa yang alquran jelaskan,
apa – apa yang nabi kabarkan, jelas sebagai panutan agar kita selalu
kedalam lurus yang diridhoi Allah. sungguh berat menjalankan semua itu,
tapi walaupun begitu kita harus menjalankannya, sami’na waatho’na.. apa yang diperintahkan dijalankan, apa yang dilarang dihindari. itulah hakekat taqwa.
mendekati zaman akhir, banyak sekali yang mencoba mengkomersilkan
hakekat taqwa dengan dalih itu merugikan dirinya, ini sumber penghasilan
hidupnya, ini profesinya, ini baik, ini hak asasi manusia, dan banyak
lagi alasan yang ia kemukakan guna untuk menyanggah apa-apa yang sudah
termuat dalam firman-nya yang mulia.
apalagi jika itu masalah POLIGAMI, banyak
wanita yang hatinya menolak bahkan membenci ini, padahal dalam al-Qur'an
sudah panjang lebar dijelaskan, para ulama sudah panjang lebar
membahasnya. namun mungkin karena ketidaktahunya, karena minimnya ilmu,
banyak wanita yang menolak dan membenci amalan ini.
kenapa bisa begitu ?
Janganlah Membenci Poligami, karena bila hatimu benci
dengan poligami, tidakkah kamu takut bahwa perasaan benci itu berasal
dari syaithon yang menggoda manusia agar membenci Allah dan membenci apa
yang telah di tetapkan-Nya bahkan membeci apa yang Rosul saw kabarkan,
tidakkah kau tahu itu..
maaf, saya bukan bermaksud apa-apa, sadarlah sesungguhnya kita itu
banyak tidak tahunya daripada tahunya, jika dalam quran membolehkan
pastilah ada hikmah luar biasa yang ingin Allah sampaikan kepada kita
semua, namun karena dangkalnya pemahaman kita, kadang kita menolak yang
demikian itu…
sebuah kisah menarik dibawah ini, semoga bisa membuka mata hati kita semua tentang hikmah poligami islami…
Fenomena bertambahnya jumlah wanita yang terlambat menikah (perawan
tua) menjadi satu perkara yang menakutkan saat ini, mengancam kebanyakan
pemudi-pemudi di masyarakat kita yang Islami, bahkan di seluruh dunia.
Berikut ini marilah kita mendengarkan salah satu jeritan mereka :
Majalah Al-Usrah edisi 80 Dzulqa’dah 1420 H menuliskan jeritan
seorang perawan tua dari Madinah Munawaroh,”Semula saya sangat bimbang
sebelum menulis untuk kalian karena ketakutan terhadap kaum wanita
karena saya tahu bahwasanya mereka akan mengatakan bahwa aku ini sudah
gila, atau kesurupan. Akan tetapi, realita yang aku alami dan dialami
pula oleh sejumlah besar perawan-perawan tua, yang tidak seorang pun
mengetahuinya, membuatku memberanikan diri. Saya akan menuliskan kisahku
ini dengan ringkas.
Ketika umurku mulai mendekati 20 tahun, saya seperti gadis lainnya
memimpikan seorang pemuda yang multazim dan berakhlak mulia. Dahulu saya
membangun pemikiran serta harapan-harapan; bagaimana kami hidup nanti
dan bagaimana kami mendidik anak-anak kami… dan.. dan…
Saya adalah salah seorang yang sangat memerangi ta’adud (poligami).
Hanya semata mendengar orang berkata kepadaku, “Fulan menikah lagi yang
kedua”, tanpa sadar saya mendoakan agar ia celaka. Saya berkata, “Kalau
saya adalah istrinya -yang pertama- pastilah saya akan mencampakkannya,
sebagaimana ia telah mencampakkanku’. Saya sering berdiskusi dengan
saudaraku dan terkadang dengan pamanku mengenai masalah ta’addud. Mereka
berusaha agar saya mau menerima ta’addud, sementara saya tetap keras
kepala tidak mau menerima syari’at ta’addud. Saya katakan kepada mereka, ‘Mustahil wanita lain akan bersama denganku mendampingi suamiku”.
Terkadang saya menjadi penyebab munculnya problema-problema antara
suami-istri karena ia ingin memadu istri pertamanya; saya menghasutnya
sehingga ia melawan kepada suaminya.
Begitulah, hari terus berlalu sedangkan aku masih menanti pemuda
impianku. Saya menanti… akan tetapi ia belum juga datang dan saya masih
terus menanti. Hampir 30 tahun umurku dalam penantian. Telah lewat 30
tahun… oh Illahi, apa yang harus kuperbuat? Apakah saya harus keluar
untuk mencari pengantin laki-laki? Saya tidak sanggup, orang-orang akan
berkata wanita ini tidak punya malu. Jadi, apa yang akan saya kerjakan?
Tidak ada yang bisa saya perbuat, selain dari menunggu.
Pada suatu hari ketika saya sedang duduk-duduk, saya mendengar salah
seorang dari wanita berkata, ‘Fulanah jadi perawan tua”. Aku berkata
kepada diriku sendiri, “Kasihan Fulanah jadi perawan tua”,
akan tetapi… fulanah yang dimaksud itu ternyata aku. Ya Illahi!
Sesungguhnya itu adalah namaku… saya telah menjadi perawan tua.
Bagaimanapun saya melukiskannya kepada kalian, kalian tidak akan bisa
merasakannya. Saya dihadapkan pada sebuah kenyataan sebagai perawan tua.
Saya mulai mengulang kembali perhitungan-perhitunganku, apa yang saya
kerjakan?
Waktu terus berlalu, hari silih berganti, dan saya ingin menjerit.
Saya ingin seorang suami, seorang laki-laki tempat saya bernaung di
bawah naungannya, membantuku menyelesaikan problema-problemaku…
Saudaraku yang laki-laki memang tidak melalaikanku sedikit pun, tetapi
dia bukan seperti seorang suami. Saya ingin hidup; ingin melahirkan, dan
menikmati kehidupan. Akan tetapi, saya tidak sanggup mengucapkan
perkataan ini kepada kaum laki-laki. Mereka akan mengatakan, “Wanita ini tidak malu”.
Tidak ada yang bisa saya lakukan selain daripada diam. Saya tertawa…
akan tetapi bukan dari hatiku. Apakah kalian ingin saya tertawa,
sedangkan tanganku menggenggam bara api? Saya tidak sanggup…
Suatu hari, saudaraku yang paling besar mendatangiku dan berkata, “Hari ini telah datang calon pengantin, tapi saya menolaknya…” Tanpa terasa saya berkata, “Kenapa kamu lakukan? Itu tidak boleh!” Ia
berkata kepadaku, “Dikarenakan ia menginginkanmu sebagai istri kedua,
dan saya tahu kalau kamu sangat memerangi ta’addud (poligami)”. Hampir
saja saya berteriak di hadapannya, “Kenapa kamu tidak menyetujuinya?” Saya rela menjadi istri kedua, atau ketiga, atau keempat… Kedua tanganku di dalam api. Saya setuju, ya saya yang dulu memerangi ta’addud, sekarang menerimanya. Saudaraku berkata, “Sudah terlambat”
Sekarang saya mengetahui hikmah dalam ta’addud. Satu hikmah ini telah
membuatku menerima, bagaimana dengan hikmah-hikmah yang lain?
Ya ALlah, ampunilah dosaku. Sesungguhnya saya dahulu tidak
mengetahui. Kata-kata ini saya tujukan untuk kaum laki-laki,
“Berta’addud-lah, nikahilah satu, dua, tiga, atau empat dengan syarat
mampu dan adil. Saya ingatkan kalian dengan firman-Nya, “… Maka
nikahilah olehmu apa yang baik bagimu dari wanita, dua, atau tiga, atau
empat, maka jika kalian takut tidak mampu berlaku adil, maka satu…”
Selamatkanlah kami. Kami adalah manusia seperti kalian, merasakan juga
kepedihan. Tutupilah kami, kasihanilah kami.”
Dan kata-kata berikut saya tujukan kepada saudariku muslimah yang telah bersuami, “Syukurilah nikmat ini karena kamu tidak merasakan panasnya api menjadi perawan tua.
Saya harap kamu tidak marah apabila suamimu ingin menikah lagi dengan
wanita lain. Janganlah kamu mencegahnya, akan tetapi doronglah ia. Saya
tahu bahwa ini sangat berat atasmu. Akan tetapi, harapkanlah pahala di
sisi Allah. Lihatlah keadaan suadarimu yang menjadi perawan tua, wanita
yang dicerai, dan janda yang ditinggal mati; siapa yang akan mengayomi
mereka? Anggaplah ia saudarimu, kamu pasti akan mendapatkan pahala yang
sangat besar dengan kesabaranmu”
Engkau mungkin mengatakan kepadaku, “Akan datang seorang bujangan yang akan menikahinya”. Saya katakan kepadamu, “Lihatlah sensus penduduk. Sesungguhnya jumlah wanita lebih banyak daripada laki-laki.
Jika setiap laki-laki menikah dengan satu wanita, niscaya banyak dari
wanita-wanita kita yang menjadi perawan tua. Jangan hanya memikirkan
diri sendiri saja. Akan tetapi, pikirkan juga saudarimu. Anggaplah
dirimu berada dalam posisinya”.
Engkau mungkin juga mengatakan, “Semua itu tidak penting bagiku, yang penting suamiku tidak menikah lagi.” Saya katakan kepadamu, “Tangan yang berada di air tidak seperti tangan yang berada di bara api.
Ini mungkin terjadi. Jika suamimu menikah lagi dengan wanita lain,
ketahuilah bahwasanya dunia ini adalah fana, akhiratlah yang kekal.
Janganlah kamu egois, dan janganlah kamu halangi saudarimu dari nikmat
ini. Tidak akan sempurna keimanan seseorang sehingga ia mencintai untuk
saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri”. (1)
Demi Allah, kalau kamu merasakan api menjadi perawan tua,
kemudian kamu menikah, kamu pasti akan berkata kepada suamimu
“Menikahlah dengan saudariku dan jagalah ia”. Ya Allah, sesungguhnya
kami memohon kepadamu kemuliaan, kesucian, dan suami yang shalih”
A.A.N -Madinah
1. HR. Bukhari dalam kitab Iman no 13 dan Muslim no 45.
buku “Istriku Menikahkanku”, As-Sayid bin Abdul Aziz As-Sa’dani, Darul Falah, cet. Agustus 2004
sahabatku yang dirahmati Allah.
Di antara rahmat Allah -Ta’ala- kepada hamba hamba-Nya dan sebagai
anugerah kepada hamba-hamba-Nya, adalah dibolehkanya “poligami” (seorang
lelaki memiliki lebih dari satu isteri) tapi…ada syarat-syarat yang
harus dipenuhi …
kenapa banyak wanita yang membenci POLIGAMI ?
1. Kurangnya pengetahuan kita tentang agama Allah. Barangsiapa yang
mendalami agama Allah Subhaanahu wata’aala, maka tentu dia tidak akan
membenci syi’ar ini. Dia mengetahui bahwa ini termasuk agama Allah
Subhaanahu wata’aala. Adapaun apakah dia mengamalkan atau tidak mengamalkannya, ini perkara lain.
Namun hendaknya dia tidak membencinya, bahkan seharusnya dia meyakini
bahwa hal itu merupakan kebaikan untuk Islam dan kaum muslimin. Adapun
jika dia tidak senang berpoligami, maka ini perkara lain.
2. Pengaruh fanatisme dan kebiasaan satu kabilah (suku). Banyak
diantara para pemimpin kabilah dan negeri yang mereka tidak berpoligami,
dan pada hakekatnya ini adalah sebuah kesalahan. Ini adalah pengabaian
terhadap salah satu syi’ar Islam atau dia telah menanamkan benih
kerusakan. Karena efek dari hal ini akan menyebabkan banyaknya para
wanita yang melajang dan tidak menikah disebabkan karena kebiasaan suku
atau sebuah negeri yang memiliki sifat fanatik.
3. Pengaruh pendidikan yang banyak dipublikasikan melalui berbagai
media informasi baik yang didengar, dibaca maupun dilihat (Radio,
Koran/Majalah, Televisi, dan lain-lain, Pent) yang mempropagandakan
bahwa poligami itu memunculkan berbagai problem serta menyebabkan
timbulnya perceraian dan kedengkian.
sahabatku semua yang aku sayangi karena Allah.
Kami nasehatkan kepada setiap muslimah agar menerima syari’at Allah
serta meridhai hukum Allah dan jangan memusuhi suaminya jika dia menikah
lagi dengan yang lain, dan jangan pula memusuhi madunya. Adapun keadaan
dia yang tidak suka dengan poligami dan dia lebih senang untuk tidak
dimadu, maka ini adalah perkara fitrah. Namun sesungguhnya yang dibenci
dan dicela adalah tatkala dia menampakkan permusuhan terhadap diri
suaminya, hartanya maupun anak-anaknya. Atau dia berbuat zalim terhadap
keluarga suaminya dan keluarga madunya.
Yang lebih parah lagi adalah kalau sampai dia menampakkan bahwa
suaminya adalah seorang yang berbuat aniaya dan zalim, ini adalah haram.
Diantara mereka ada pula yang minta diceraikan karena hal ini. Maka
kami peringatkan kepada para wanita muslimah yang telah ridha Allah
sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya dan Muhammad Shallallohu ‘alaihi
wasallam, sebagai Rasulnya dari kesengajaan untuk melakukan berbagai
tindakan ini, dan mengingat Sabda Rasulullah Shallallohu ‘alaihi
wasallam :
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلَاقًا فِي غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ
“Siapa saja wanita yang meminta dicerai – yaitu dari suaminya –
tanpa ada permasalahan, maka haram baginya untuk mencium bau surga”
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- marah ketika beliau mendengar
putrinya Fatimah akan di poligami suaminya, Ali bin Abi Thalib. Beliau
bergegas menuju mesjid, naik mimbar dan menyampaikan pidato, “Keluarga
Bani Hasim bin Al-Mughiroh telah meminta izinku untuk menikahkan putri
mereka dengan Ali Bin Abi Thalib saya tidak mengizinkan sama sekali
kecuali Ali menceraikan putri Saya terlebih dahulu”. Kemudian Nabi
-Shollallahu ‘alaihi wasallam- melanjutkan, “Fatimah adalah bagian
dari-ku. Apa yang memgganggu dia adalah menggangguku dan apa yang
menyakiti dia adalah menyakitiku juga”. Akhirnya, Ali bin Abi Thalib
tetap monogami hingga Fatimah wafat.
riwayat lain dalam Shohih Muslim (2449), “Sesungguhnya aku tidak
mengharamkan yang halal dan tidak menghalalkan yang haram. Tapi, demi
Allah, tidak akan berkumpul putri Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam- dengan putri musuh Allah selamanya”. Artinya, Nabi -Shollallahu
‘alaihi wasallam- tidak mengharamkan atas umatnya sesuatu yang halal,
yaitu poligami. Selain itu, Syaikh Al-Adawiy dalam Fiqh Ta’addud
Az-Zaujat (126) berkata, “Di antara kekhususan Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wa sallam-, putrinya tidak boleh dimadu. Ini yang dikuatkan oleh
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath Al-Bari (9/329)”.
Perlu diketahui bahwa para sahabat sepeninggal Nabi -Shallallahu
‘alaihi wa sallam-, bahkan Ali sendiri berpoligami setelah Fathimah
wafat. Ali bin Rabi’ah berkata, “Dulu Ali memiliki dua isteri”. [HR.
Ahmad dalam Fadho’il Ash-Shohabah (no.889)]. Ini menunjukkan bahwa
poligami tetap diamalkan oleh para sahabat sepeninggal Nabi -Shallallahu
‘alaihi wa sallam-, bukan bersifat kondisional !!
sahabatku semua yang baik hatinya…
sahabatku semua yang baik hatinya…
Dalam Al Qur’an surat An-Nisaa’ (4:3) Allah berfirman :
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita lain yang kamu senangi; dua tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan berlaku adil, maka (kawinilah seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian ini adalah lebih dekat
kepada tidak berbuat aniaya”
Allah menciptakan sebuah hukum juga telah menyertakan aturannya.
Aturan yang disertakan dalam diperbolehkannya sebuah poligami yang
pertama adalah berlaku adil terhadap para istri dalam pembagian giliran dan nafkah. Adapun
dalam hal kecintaan, syahwat dan perasaan tidak harus mutlak adil,
karena mustahil manusia bisa berbuat adil dalam hal ini.
namun sanggahan wanita kebanyakan akan seperti ini :
“Mana ada waita yang rela dipoligami”
kata-kata itu pasti terlontar dengan mimik yang sinis, jika dimintai
pendapat tentang poligami. Kalau bisa dilihat dari sudut pandang yang
lain, alangkah hebatnya para pelaku poligami yang bisa menjadikan
keluarga mereka keluarga yang harmonis. Tapi pada umumnya para wanita
akan bilang “kalau aku ya tidak akan mau kalau dipoligami”
perlu diketahui.
Sekuat apapun seorang perempuan membenci poligami, kalau Allah
menetapkan pasangan kita berjodoh kembali dengan wanita lain, apakah
kita bisa menolaknya?. Begitu pula sebaliknya, sebesar apapun keinginan
pasangan kita untuk berpoligami, jika ketetapan Allah tidak menyentuhkan
laki-laki dengan urusan itu, maka tidak akan ada poligami bagi wanita
tersebut.
Firman Allah “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan
tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya
telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang
lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan
Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”QS Al Ahdzab:36
Sebagai wanita muslimah, hendaknya bisa belajar untuk tidak membenci
hukum Allah, sekalipun kita tau itu berat buat wanita. Jika belum bisa
melakukan hal itu, setidaknya janganlah mencaci sebuah poligami yang
dilakukan sesuai hukum syar’i. Karena itu hukum dan ketetapan Allah.
Jika belum merelakan pasangan kita berpoligami, mintalah kepada
Allah agar tidak ada poligami dalam kehidupan, kita punya hak untuk
meminta. Jika kita sudah mengikhlaskan diri untuk “dimadu”,
pahamkan pasangan untuk terus mengkaji aturan-aturan poligami. Agar
keluarga yang berpoligami bisa menjadi keluarga bahagia dunia akhirat
serta tidak menciderai nikmat Allah berupa Poligami
Hukum membenci poligami yang harus anda ketahui agar anda tidak terjerumus kedalam kekafiran yang akan menyengsarakan dunia akherat.
>
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلَاقًا فِي غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ“
Siapa saja wanita yang meminta dicerai – yaitu dari suaminya – tanpa
ada permasalahan, maka haram baginya untuk mencium bau surga”
Lalu Syaikh Hafizahullah berkata : Mungkin masih ada yang tersisa dari pertanyaan ?
Abu Rawahah berkata : Ya, Apakah kebencian mereka
terhadap poligami termasuk sikap membenci apa yang datang dari Nabi
Shallallohu ‘alaihi wasallam sehingga dapat menjadi pembatal diantara
pembatal-pembatal keislaman ?
Syaikh Hafizahullah menjawab dengan mengatakan: “Tidak,
tidak sampai menjadi pembatal keislaman, namun ini merupakan kesalahan
dan bahaya. Pada hakekatnya ini kembali kepada keyakinannya, namun
dikhawatirkan terhadap orang yang membenci poligami ini terjatuh dalam kekafiran karena membenci salah satu syi’ar Allah sebab perkara ini ditetapkan berdasarkan Al Kitab, As Sunnah dan Ijma’.”
Ketika Allah memperbolehkan poligami pasti ada kebaikan didalamnya,
tidak mungkin ada kedustaan. Hanya saja nafsu manusia yang membuat
seolah-olah poligami menakutkan bagi wanita. Asal semua persyaratan
mampu dilaksanakan maka poligami islam boleh dilakukan.
Jangan kita benci dengan poligaminya tapi bencilah orang-orang yang tidak mampu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan Agama tapi tetap ngeyel melakukan poligami. Hasilnya pastilah berantakan dan kekecewaan yang mendalam.
“poligami adalah sunnah yang sangat berat, tapi jangan sekali-kali membencinya..”
Janganlah Membenci Poligami, karena bila hatimu benci
dengan poligami, tidakkah kamu takut bahwa perasaan benci itu berasal
dari syaithon yang menggoda manusia agar membenci Allah dan membenci apa
yang telah di tetapkan-Nya.. Astagfirullah..
Semoga bermanfaat, amiin.
sumber:http://temonsoejadi.com/2013/04/07/kenapa-wanita-membenci-poligami/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar