Puisi
AGUK IRAWAN MN
Suatu Hari, Ketika Engkau Pergi : KH Ahmad Warson Munawwir
Pagihari aku menyaksikan daundaun luruh
dicumbui gerimis tiada henti
matahari bangkit pelan dari busur waktu
jalan aspal itu seperti tertutup setapak kabut
dan angin seperti juga ikut menahan perih dan ngilu
langit bagai memandam airmata
bumi dipenuhi beribu-ribu gemerisik tetes air
yang selaksa ikut berdzikir dan sembahyang
sebelum terbang ke langit lagi
o saat jasad direbahkan ke dalam perut bumi
siapa yang tak mengadu kepada-Mu?
ia begitu setia, menyusun bata kata dari Arsy-Mu
menghimpun seribu enamratus tiga puluh empat
halaman bahasa bisu dengan membasuh wudlu
o adakah yang sudah bisa sebelum ini
menyusuri kesunyian dan nyinyir yang panjang?
lima dasawarasa mudawam membasuh debu
diantara saksi kertas yang senyap
lidahlidah yang mengendap
udara yang pengap
diantara rumah dah mushallah
diantara doa dan kalimat jalalah
diantara papan peneduh dan carut marut arti kata
o ia begitu hanyut bersama gelombang waktu
siangmalam meratapi lembar demi lembur
tak henti memegang pena di sisasisa suara parau
intrik politik dan omong kosong kekuasaan
o siapa yang tahu dan mendengar?
kamis menjelang magrib itu, diantara dengung mulut
bertahmid, takbir dan istigfar
ada dua ekor burung di dekat kuburun
seperti lebih tahu dan mencicit sedih dari pada hati peziarah
dan langit di atas sana masih luruh
tiada henti dicumbu hujan, ia seperti hendak berkisah
bahwa hari itu duka tiada jeda
aku bertanya, adakah yang bisa menakar pedihnya hari itu?
Inna lillahi wa inna ilaihi raji'uun
Bantul, 19 April 2013
Mbah
Mereka bilang kau adalah laut
maka akupun menaruh kapal di tepi rangjangku
ketika ada badai akan aku bentangkan layar
ketika arus menendang, akan aku kuatkan sampan
ketika air pasang, akan aku kukuhkan jangkar
ketika tersesat dan pulau menghilang
akan aku baca peta dan arah angin
kumasuki semenanjung demi semenanjung
meski hari telah remang
karena engkau laut, kata orang
betapa teguh dan tegarnya engkau
karenanya aku ingin berdiri di deru deburmu
seperti engkau meluruh sauh dan menaklukan musim
sampai tak peduli begitu gelombang
sampai tak ada desir, teluk dan ceruk
karena semua itu adalah sahabat di medan juang
di tengah deru ingin dan angin muara
aku merasa lautmu begitu dalam
sehingga susah benar aku menyeberang
meski begitu izinkan aku berlabuh di punggungmu
Bantul, 18 April 2013
Mengingatmu Sekali Lagi
Sebenarnya habis sudah talqin
yasin, jejak fatihah dan air mata tertumpah
tapi entah kenapa aku ingin mengingatmu sekali lagi
lewat ritus hujan dan lukisan langit yang menghadap ke arahku
lewat angin dengan perempuan cantik di pesantrenmu
lewat gema allahuakbar dan subhanallah
yang bertalu tiada henti hingga langit tengah hari
lewat sungai kecil dekat kuburan itu
aku merasa seperti boca yang terjebak
dalam tubuh renta seorang kakek
mataku terapung dalam sorot matamu
dan aku melihat tubuhku sendiri, entah kenapa bergetar
seperti balon udara yang terbang diangkasa
o, langit malam setelah hujan reda
bayangan tentangmu entah tiba-tiba mewujud
pada kamus besar, melengkung biru yang jatuh
di kamarku, dan aku merasa entah kenapa suaramu
tibatiba begitu menggema dalam paru-paruku
begitulah, aku ingin mengingatmu terakhir kali
sebelum malam habis menuju lembah jauh
ketika nafsin terlepas dan daiqatul hempas
Tuhan, hamba yang sahaja itu terima disisi-Mu. Amin
Bantul, 19 April 2013
AGUK IRAWAN MN mantan santri yang bergiat di LESBUMI NU DIY. Tiga buku kumpulan sajaknya sudah terbit, Liku Luka Kau Kaku (Ombak, 2004), Lukisan Waktu (Galah Press, 2004), Jari Manis Rindu (Arti Bumi Intaran, 2007). Selain puisi atau sajak, ia juga menulis novel, cerpen, esai dan menerjemahkan beberapa karya sastra bahasa arab ke bahasa Indonesia, salah satunya adalah Ashabul Kahfi karya sastrawan kesohor Arab, Taufik el-Hakim diterbitkan Arti Bumi Intaran Yogyakarta.
sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,48-id,44570-lang,id-c,puisi-t,Suatu+Hari++Ketika+Engkau+Pergi-.phpx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar