Sifat Pendendam
==============
Dikisahkan bahwa
seseorang laki-laki meminta izin untuk bertemu sahabat Umar bin
Khaththab. Setelah orang itu diizinkan, dia berkata, ”Wahai
Ibnul-Khaththab, demi Allah, engkau tidak memberi kami yang banyak dan
tidak membuat keputusan di antara kami secara adil.”
Umar pun marah besar mendengarnya, bahkan hampir saja dia memukulnya. Namun Al-Hurr bin Qais segera mencegah seraya berkata, ”Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah pernah berfirman kepada Nabi SAW, ’Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh." (QS. al-A'raaf, 7 : 199).
Maka Umar pun mengurungkan niatnya untuk menghajar orang itu setelah dibacakan ayat ini. Setelah itu pikirannya terus menerawang terhadap Kitab Allah. Demikian dalam riwayat al-Bukhari, dari Ibnu Abbas RA.
Ibnu Qudamah dalam Minhajul Qashidin memberikan komentar, rupanya Sayyidina Umar dalam hal ini telah berusaha untuk meneladani keteladanan agung yang telah dicontohkan oleh Rasulullah manakala perang Uhud sedang berkecamuk.
Ketika itu Rasulullah SAW diminta oleh para sahabatnya untuk mendoakan orang-orang yang telah menyakitinya agar celaka. Namun Nabi SAW justru menjawab, ”Aku sekali-kali tidak diutus untuk melaknat seseorang, tetapi aku diutus untuk mengajak kepada kebaikan dan sebagai rahmat.”
Lalu Rasulullah mengangkat tangannya menengadah ke atas langit seraya berdoa, ”Wahai Tuhanku ampunilah kaumku, karena mereka tidak mengetahui.”
Rasulullah bahkan tidak berniat membalas dendam, namun malah memaafkan mereka dan kemudian dengan rasa kasih sayang beliau mendo'akan agar mereka diberi ampunan dari Tuhan, karena dianggap nya mereka masih belum tahu tujuan ajakan baik yang dilakukannya.
Dalam perang Uhud ini juga, seorang budak hitam bernama Wahsyi, yang dijanjikan oleh tuannya untuk dimerdekakan bila dapat membunuh paman Nabi bernama Hamzah bin Abdul Muththalib RA yang ternyata berhasil, juga diampuni oleh Nabi setelah ia masuk Islam.
Walaupun Rasulullah telah menguasai Wahsyi dan dapat melakukan pembalasan, namun tidak melakukan bahkan memaafkannya. Alangkah tingginya akhlak ini.
Umar pun marah besar mendengarnya, bahkan hampir saja dia memukulnya. Namun Al-Hurr bin Qais segera mencegah seraya berkata, ”Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah pernah berfirman kepada Nabi SAW, ’Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh." (QS. al-A'raaf, 7 : 199).
Maka Umar pun mengurungkan niatnya untuk menghajar orang itu setelah dibacakan ayat ini. Setelah itu pikirannya terus menerawang terhadap Kitab Allah. Demikian dalam riwayat al-Bukhari, dari Ibnu Abbas RA.
Ibnu Qudamah dalam Minhajul Qashidin memberikan komentar, rupanya Sayyidina Umar dalam hal ini telah berusaha untuk meneladani keteladanan agung yang telah dicontohkan oleh Rasulullah manakala perang Uhud sedang berkecamuk.
Ketika itu Rasulullah SAW diminta oleh para sahabatnya untuk mendoakan orang-orang yang telah menyakitinya agar celaka. Namun Nabi SAW justru menjawab, ”Aku sekali-kali tidak diutus untuk melaknat seseorang, tetapi aku diutus untuk mengajak kepada kebaikan dan sebagai rahmat.”
Lalu Rasulullah mengangkat tangannya menengadah ke atas langit seraya berdoa, ”Wahai Tuhanku ampunilah kaumku, karena mereka tidak mengetahui.”
Rasulullah bahkan tidak berniat membalas dendam, namun malah memaafkan mereka dan kemudian dengan rasa kasih sayang beliau mendo'akan agar mereka diberi ampunan dari Tuhan, karena dianggap nya mereka masih belum tahu tujuan ajakan baik yang dilakukannya.
Dalam perang Uhud ini juga, seorang budak hitam bernama Wahsyi, yang dijanjikan oleh tuannya untuk dimerdekakan bila dapat membunuh paman Nabi bernama Hamzah bin Abdul Muththalib RA yang ternyata berhasil, juga diampuni oleh Nabi setelah ia masuk Islam.
Walaupun Rasulullah telah menguasai Wahsyi dan dapat melakukan pembalasan, namun tidak melakukan bahkan memaafkannya. Alangkah tingginya akhlak ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar