Barisan Kiai
===============
Barisan Kiai
tidak popular di kalangan kaum pergerakan merebut kemerdekaan. Berbeda
misalnya dengan tentara Pembela Tanah Air (Peta), Lasykar Hisbullah
pimpinan KH Zainul Arifin atau Lasykar Sabilillah yang di bawah komando
KH Masykur.
Barisan Kiai tidak kalah gigihnya dengan ketiga lasykar di atas, dan
langsung di bawah pimpinan Kiai Wahab Chasbullah sendiri, seperti
dituturkan KH Saifuddin Zuhri dalam buku Berangkat dari Pesantren. Tapi,
baik di buku Berkangkat dari Pesantren ataupun Guruku Orang-orang dari
Pesantren, Kiai Saifuddin tidak menjelaskan mengenai struktur lengkap
Barisan Kiai. Demikian juga KH Hasyim Latif, anggota Hiszullah Jawa
Timur, sama sekali tidak pernah memberikan kesaksian adanaya laskar
tersebut.
Memang, Kiai Saifuddin banyak menceritakan perjuangan para kiai sejak
dari Banten, Parakan, hingga Jember dan Banyuwangi, tapi diceritakan
secar terpisah. Tidak diorganisir secara rapi. Begitu pula peran Kiai
Wahab dalam seluruh peristiwa itu, kesannya hanya respon sporadik.
Keberadaan Barisan Kiai ini memang sangat dirahasiakan, karena
anggotanya terdiri dari para kiai sepuh, yang memang tidak pernah muncul
dipermukaan. Bahkan di antaranya sudah tua renta, yang berjalan dan
melihatpun pun sudah tidak mamapu. Namun demikian, mereka tokoh yang
disegani.
Buku Hisbullah Surakarta yang diterbitkan para alumni kelasykaran
kota itu, sedikit mengungkap tentang keberadaan Barisan Kiai itu. Tapi
yang sedikit itu cukup membuka selimut kerahasiaan organisai Barisan
Kiai itu.
Disebutkan, Ketua Barisan Kiai Jawa Tengah KH Ma’ruf, Barisan Kiai
Solo dipimpin KH Abdurrahman yang usianya sudah sangat uzur, Barisan
Kiai Sragen dipimpin KH Bulkin. Para kiai itu menjadi pembimbing kapan
musuh datang dan harus menyerang.
Kelahiran Barisan Kiai ini tidak diketahui persis, karena ia
merupakan komitmen para kiai sejak lama dan ‘khas’. Tapi, Jepang
mengetahui pergerakan mereka. Dan tak lama mereka menangkap serta
memenjarakan tokoh-tokoh kunci, seperti Hadrotusy Syekh KH Hasyim
Asy’ari, KH Machfudz Siddiq. Dan ternyata, para kiai yang ditangkapi
tidak hanya di Jombang dan Surabaya, tapi juga di Wonosobo, Banyumas,
Magelang.
Sikap Jepang yang keras membuat Kiai Wahab Chasbullah, keliling Jawa,
selama empat bulan, guna membela para koleganya yang dipenjara.
Disebutkan pula bahwa kelahiran Hisbullah dan Sabililah juga
merupakan rintisan para ulama yang ada dalam Barisan Kiai. Sebab, dalam
latihan kemiliteran Hisbullah di Cibarusa, para kiailah yang menjadi
motivator dalam tiap sesi latihan. Bahkan sertifikat kelulusan latihan
kemiliteran itu ditandatangani langsung oleh KH Hasyim Asy’ari, Rois
Akbar NU dan sekaligus Ketua Umum MIAI.
Kesibukan Kiai Wahab semakin meningkat, setelah dikeluarkannya
Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945. Resolusi Jihad seruan wajib bagi
setiap Muslim untuk berperang mempertahankan kemerdekaan melawan sekutu
dan juga Jepang. Gerakan para kiai sepuh ini berperan sangat penting,
yaitu sebagai penghembus spirit perlawanan.
Di bawah komando Kiai Wahab, Kiai Subhi dari Parakan-Temanggung
akhirnya turun gelanggang perjuangan. Kiai Subhi memberi kaum muda
senjata yang telah diberi mantra. Mereka itu yang kemudian berangkat ke
Ambarawa dan Surabaya melawan Belanda dan sekutunya, terutama Inggris.
Gerakan serupa juga datang dari Malang pimpinan Kiai Yahya.
Sebagai ketua Barisan Kiai, Kiai Wahab juga turun langsung ke medan
perang mendampingi para komandan Hisbullah dan Sabilillah di malang,
Mojokerto, Magelang, dan Ambarawa. Ia tak mengenal lelah menempuh jarak
yang jauh dan penuh bahaya.
Pergerakan Barisan kiai tersium Intelijen Belanda, PID maupun Nefis.
Karenanya Vander Vlaas maupun Van Mook, mendekati para kiai dengan tipu
muslihatnya. Kaum penjajah mendatangi pesantren, membagikan Al-Qur’an,
memberikan ucapan selamat hari besar Islam dan sebagainya.
Tapi, karena para kiai menolak kompromi dan tipu muslihat, maka
ditangkapi dan disiksa. Kiai Maksum Jember ditembak mati, Kiai Ahmad
dari Madura dipaksan lari ke gunung untuk bersembunyi, bahkan Kiai Abdul
Ghoni ketua NU Jawa Tengah diculik, tak ketahuan nasibnya.
Kerasnya tekanan yang dilakukan Belanda selama agresi pertama dan
kedua itu tidak membuat Barisan Kiai ini surut, sebaliknya mereka ini
semakin solid.
Melihat kegigihannya mereka berjuang di medan perang, bisalah
dimengerti jika mereka menolak mentah-mentah terhadap perjanjian yang
dibuat oleh para politisi seperti Perjanjian Linggarjati maupun
Renville. Perjanjian-perjanjian itu, menurut para kiai, akan mengebiri
kebebasan Republik.
Sampai di sini, kita jadi mafhum, jika Barisan Kiai ini selalu
bekerjasama dengan kelompok militan Tan Malaka. Basis gerakannya jadi
jelas, Barisan Kiai menghendaki kemerdekaan Indonesia 100% persen.
sumber:http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,7-id,32920-lang,id-c,fragmen-t,Barisan+Kiai-.phpx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar