ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Senin, 01 Juli 2013

Jalan Tengah Penyatuan Awal Bulan

==========
Jalan Tengah Penyatuan Awal Bulan

Oleh Tasrief Surungan*
==============
Setiap tahun, umat Islam di tanah air akan selalu berhadapan dengan kemungkinan hari raya ganda sebelum solusi yang tepat dapat ditemukan. Tulisan ini mengulas akar perbedaan penetapan awal bulan, termasuk Ied Alfitri, dan peluang solusinya dari sudut tinjauan ayat-ayat Qauliyah dan Kauniyah.

Mengawali dari Definisi

Sebenarnya, landasan penetapan awal Ramadan dan idul fitri disepakati oleh semua ulama Islam, yaitu kenampakan hilal, sesuai hadits Nabi sebagai berikut: "Janganlah kalian berpuasa hingga melihat Hilal atau kalian menyempurnakan jumlah bilangan Sya'ban dan janganlah kalian berbuka (mengakhiri Ramadhan) hingga kalian melihat Hilal (awal Syawal) atau kalian meyempurnakan jumlah bilangan bulan Ramadhan." (HR. Muslim).

Masalah timbul karena kekeliruan pemahaman, yaitu anggapan bahwa hilal adalah bulan, padahal bukan. Hilal yang bentuknya menyerupai sabit di ufuk barat saat matahari terbenam pada setiap awal bulan Hijriah adalah kenampakan bulan. Jadi, bukan “bulannya”. Hilal itu, fenomena cahaya, refleksi sinar matahari oleh bulan ke bumi. Eksitensi hilal bergantung pada ada tidaknya cahaya, sedangkan bulan tidak. Hilal adalah obyek yang menempel pada bulan.

Dalam Astronomi, hilal adalah salah satu fase bulan (moon phase), yaitu fase terkecil. Fase bulan membawa banyak informasi, selain sebagai tanda waktu juga memuat informasi letak matahari setelah terbenam. Mengamati fase bulan, kita dapat membayangkan letak planet bumi di jagad raya. Fase bulan juga dapat berfungsi sebagai penunjuk arah, termasuk clue mengenai arah kiblat.

Kekeliruan memaknai hilal dari muatan hadits Nabi yang dikutip di atas menjadi akar perbedaan dalam penentuan awal bulan. Secara astronomis, penentuan posisi bulan dengat tepat memang dimungkinkan. Itu sebabnya sebagian umat Islam yang percaya bahwa cukup melalui perhitungan, kita dapat menentukan secara akurat awal bulan. Perlu dipahami, faktor ini secara ilmiah tidak cukup (insufficient) sebab posisi bulan hanya salah satu dari beberapa variabel kenampakan hilal. Kendati posisi bulan di atas ufuk menjadi prasyarat, variabel lain yaitu sudut elongasi bulan-matahari dan usia bulan setelah konjunksi (ijtimak) tetap harus diperhitungkan.

Sesungguhnya Al-Qur'an memberi definisi yang sangat akurat tentang hilal, yaitu dalam ayat berikut:"Mereka bertanya kepadamu tentang hilal. Katakanlah hilal itu adalah tanda tanda waktu bagi manusia dan ibadah haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakngnya. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung. (QS 2:189)

Definisi fungsional ini menyebut hilal sebagai tanda waktu. Hal ini jelas karena hilal muncul secara berkala, sekali sebulan. Logika umum, yang disebut tanda biasanya ada gambar berupa lambang. Dengan kata lain ada kenampakan (visibility). Kuantisasi kenampakan hilal yang hanya memperhitungkan posisi jelas tidak memadai (inadequate), terlebih jika kategorinya ekstrim misalnya menganggap kelahiran bulan baru adalah kapan saja setelah konjunksi. Temuan ilmu pengetahuan mengungkapkan bahwa agar hilal dapat teramati maka posisi bulan minimal dua derajat di atas ufuk saat magrib (matahari terbenam). Aspek lain yang patut dicermati adalah letak ayat ini serumpun dengat ayat-ayat puasa. Ini mengisyaratkan bahwa hilal memang tidak dapat dipisahkan dengan penetuan awal bulan (Ramadhan) sekaligus Ied Alfitri sebagaimana juga ditekankan oleh Nabi melalui hadith di atas.

Penekanan agar tidak keliru mendefinisikan hilal masih berlanjut pada bagian berikutnya yaitu: Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakngnya. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.

Sepintas, bagian ayat ini seolah keluar dari konteks sebab tidak terkait langsung dengan topik utama, yaitu hilal. Gaya bahasa Al-Qur'an memang sangat indah, tinggi sekaligus diperuntukkan bagi kaum yang suka berfikir (ulil albab).

Secara umum, bagian ini mengandung pesan bahwa dalam membahas sesuatu harus dari “pintu masuknya”. Bukankah definisi merupakan awal dari perbincangan tentang ilmu? Allah SWT mengajari Adam AS tentang namanama juga terkait langsung dengan definisi.

Dari Definisi ke Jalan Tengah

Akar perbedaan penentuan awal bulan, termasuk Idul Fitri bukan karena perbedaan metode, tapi perbedaan menetapkan definisi. Rukyat dan hisab adalah metode. Rukyat adalah pengamatan (observasi) sedangkan hisab adalah perhitungan. Metodologi berbeda dapat memberi hasil yang sama jika dipakai di atas definisi yang disepakati. Jika definisi kenampakan hilal diperhitungkan maka penggabungan keduanya justru akan saling menguatkan, bukan melemahkan.

Ada upaya kuantisasi hilal yang secara ilmiah cukup representatif yaitu yang lazim disebut sebagai Imkanur Rukyat. Kriteria visibilitas hilal melalui cara ini memperhitungkan faktor tambahan selain posisi. Metoda gabungan ini sesungguhnya dapat dipandang sebagai jalan tengah sebab mengapdosi syarat kenampakan hilal dan memperkecil peluang hari raya ganda.

Meskipun demikian, karena fenomena hilal tidak bersifat deterministik melainkan stokastik bahkan bersifat kuantum, maka tetap diperlukan observasi. Observasi sebagai anjuran shariah merupakan unsur utama metoda ilmiah. Ilmu pengetahuan berkembang melalui jalinan erat antara teori dan observasi.

Keutuhan Umat

Sejauh ini, perbedaan hari raya sering terjadi dan sudah dianggap biasa. Umat, sebagaimana juga para cendekiawan, menyikapi perbedaan ini dengan arif. Kendati ada riyak kecil di masyrakat, tetapi insya Allah tidak akan ada gejolak sosial akibat perbedaan hari raya. Dipahami bahwa perbedaan dalam tubuh umat islam adalah rahmat. Pesan ini bernilai luhur yang menunjukkan konsistensi ajaran Islam sebagai sumber kedamaian.

Hilal sebagai sandi persatuan memang seyogyanya menyatukan umat, bukan menjadikannya retak. Hilal adalah fenomena alam yang sarat makna yang sejak awal menjadi lambang dan bendera kaum muslimin. Hilal adalah simbol tauhid sekaligus persatuan. Tidak ada sekat apalagi jurang pemisah di antara kaum muslimin. Pesan luhur dari frase "perbedaan sebagai rahmat" bersifat multidimensi. Selain sebagai bahan perekat demi menjaga keutuhan dan kesatuan umat, juga menjadi sumber inspirasi bagi perkembangan pemikiran umat.

Perbedaan adalah arena untuk mengasah ketajaman intuisi dan intelektual sekaligus kearifan. Ia menjadi kekuatan besar saat dipadu dengan perintah Alquran untuk tidak berhenti mencari kebenaran. Artinya, pada satu sisi, ketika kebenaran itu belum ditemukan, atau sudah ditemukan namum belum dipahami, atau sudah dipahami tetapi keliru, maka janganlah perbedaan pendapat itu menyebabkan keretakan. Tetaplah satu dalam ikatan keagamaan, satu dalam ukhuwah.

Keliru menyikapi pesan tadi berarti gagal memaknai ajaran islam yang paling esensial. Pada sisi lain, ketika kebenaran dapat dipersepsi, hati yang volume spritualnya melebihi alam raya harus terbuka. Jalan tengah penetuan hari raya tersedia lebar. Permasalahannya sekarang, siapkah kita membuka diri untuk memulai dari definisi yang sama dan benar? Jika tidak maka perayaan hari raya ganda akan tetap langgeng, padahal sesungguhnya umat merindukan satu hari raya.

* Penulis adalah Lektor Kepala Jurusan Fisika Universitas Hasanuddin, Makassar
 
 
sumber:http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,14-id,19172-lang,id-c,teknologi-t,Jalan+Tengah+Penyatuan+Awal+Bulan-.phpx


Tidak ada komentar:

Posting Komentar