Kaderisasi NU di Masa Lalu
========================
Orang sering
kaget dalam Nu yang katanya belum memiliki kaderisasi yang mantab tetapi
tidak jarang muncul kader-kader yang kemampuannya seperti kader yang
dipersiapkan secara sistematis, bagaimana misalnya muncul orang seperti
Wahid Hasyim, Muhammad Dahlan, Saifuddin Zuhri, Ahmad Syaichu, kemudian
Subhan ZE dan Abdurrahman Wahid. Bahkan belakanagan ini tiba-tiba hampir
semua kandidat calon wakil presiden RI dari NU. Semua itu sulit
dipahami bagaimana system tradisional bisa melahirkan pemimpin kaliber
nasional dan internasional, kalau tidak melihat tradisi keilmuan yang
terdapat di pesantren pada umumnya.
Sebagai ilustrasi ada contoh menarik yang dialami Kiai Muhammad
dahlan Ketua Umum PBNU yang juga Menteri Agama RI. Menjelang
keberangkatan Dahlan ke Tanah Suci, kakeknya (dari pihak ayah) jatuh
sakit yang cukup parah karena memang sudah lanjut usia. Kondisi fisiknya
yang telah lemah, memaksa sang kakek untuk melakukan segala aktivitas
kesehariannya dengan berbaring diatas ranjang. Terkadang, sang kakek ini
mengigau, mengatakan sesuatu yang sulit diketahui apa maksud dari
pembicaraannya.
Suatu kali ia menyatakan sesuatu permintaan yang sulit bahkan tidak
mungkin untuk dipenuhi. Kali yang lain terkadang menceritakan suatu
kejadian yang tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Biasanya,
bila ia sedang mengigau para sanak keluarga yang mendampinginya hanya
bersikap pasif, sekedar meladeni sang kakek agar ia tidak tersinggung
dan tidak berkecil hati.
Di tengah para anggota keluarga yang setia mendampinginya selama
ini sang kakek mengatakan bahwa ia bermaksud menghajikan kedua cucunya,
yaitu Muhammad Hasyim dan Muhammad Dahlan. Ia mengatakan bahwa telah
lama menyiapkan sejumlah uang untuk membiayai perjalanan haji kedua
cucunya itu, uang itu kini disimpan di laci lemari. Para sanak keluarga
yang mendengar ucapan tersebut merasa yakin bahwa apa yang diutarakan
sang kakek tidak lain hanya igauan belaka. Biaya yang harus disediakan
untuk perjalanan haji sangatlah besar, dan sepengetahuan mereka sang
kakek tidak memiliki uang sebanyak itu.
Namun berbeda dengan yang lain, Dahlan mempunyai dugaan kuat bahwa
ucapan kakeknya itu benar. Dengan seizin kakeknya, ia lalu bergegas
menuju lemari yang terletak di sudut kamar, kemudian membuka laci yang
ada di dalamnya. Ternyata benarlah apa yang diduga. Dalam laci tersebut
ditemukan setumpuk uang dalam bilangan yang cukup besar. Dari uang
itulah Dahlan bersama kakak sulungnya pergi berhaji dan bermukim di
Makkah untuk belajar. Dengan uang itu Dahlan beserta saudaranya pergi ke
Makah.
Tidak sampai berbilang tahun sejak kepulangannya dari Tanah Suci,
Dahlan menghadapi kenyataan yaitu ayahnya meninggal dunia. Sepeninggal
ayahnya, kehidupan Dahlan berangsur-angsur berubah. Tanggung jawab
menghidupi keluarga tidak saja dipikul oleh kakak sulungnya, tetapi juga
ada pada pundaknya.
Pengaalaman hidupnya itu yang membuat kematangan hidupnya, karena itu
yang digunakan sebagai modal merintis organisasi NU di desanya, yang
kemudian secara bertahab karirnya sebagai ketua cabang hingga menjadi
ketua umum PBNU, bahkan kemudian menjadi Menteri Agama RI, sebuah
kaderisasi tradisional, tetapi melahirkan pemimpin modern yang sangat
inovatif, dalam penataan organisasi dan pengembangan gerakan wanita.
Kaderisasi model lama ini mesti diubah agar lebih sistematis,
programatis dan lebih luas cakupannya, sehingga tidak hanya berlaku
dilingkungan elite NU tetapi menjangkau seluruh kader yang ada. Konsep
kaderisasi sudah ada bahkan telah disahkan oleh Munas Ke 31, tinggal
implementasinya.
sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,7-id,7636-lang,id-c,fragmen-t,Kaderisasi+NU+di+Masa+Lalu-.phpx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar