NU Konsisten Menentang Renville
=================
Bagi
NU yang sejak awal berjuang untuk kemerdekaan Indonesia raya yang
wilayahnya membentang dari Sabang sampai Meraoke tentunya merasa
dikibuli ketika Belanda menawarkan perjanjian Renville yang semakin
mempersempit wilayah Indonesia, padahal Belanda telah kalah perang.
Karena itu NU menolak perjanjian manipulatif tersebut.
Persetujuan Renville antara Indonesia dengan
penjajah Belanda yang ditandatangani pada 17 januari 1948 di atas kapal
USS Renville yang sedang berlabuh di Teluk Jakarta. Perjanjian ini
merupakan titik balik perjuangan Indonesia. Indonesia harus tunduk di
bawah kekuasaan Ratu Belanda. Perjanjian yang ditandatangani
pemerintahan Amir Syarifuddin dari PSI itu mewakili Indonesia, sedangkan
pihak Belanda diwakili orang Indonesia pula yaitu R Abdul Kadir
Widjojoatmojo seorang federalis yang bekerja pada pemerintah federal
bikinan Van Mook. ;
Isi perjanjian tersebut:
1. Pembentukan dengan segera Republik Indonesia Serikat.
2. Sebelum RIS terbentuk Belanda memegang kedaulatan seluruh Indonesia.
3. Republik Indonesia akan menjadi bagian dari RIS.
4. Akan dibentuk Uni Indonesia yang akan dikepalai oleh Ratu Belanda.
5. Akan diadakan peblisit untuk menentukan kedudukan rakyat dalam RIS.
1. Pembentukan dengan segera Republik Indonesia Serikat.
2. Sebelum RIS terbentuk Belanda memegang kedaulatan seluruh Indonesia.
3. Republik Indonesia akan menjadi bagian dari RIS.
4. Akan dibentuk Uni Indonesia yang akan dikepalai oleh Ratu Belanda.
5. Akan diadakan peblisit untuk menentukan kedudukan rakyat dalam RIS.
Karena isi perjanjian Renville lebih buruk dari
perjanjian Linggarjati, dengan perjanjian itu berarti Indonesia mengakui
kedaulatan kembali Belanda atas Indonesia. Dengan tegas NU menolak
perjanjian pengkhianatan tersebut. NU menyebutnya sebagai perjanjian
munkarat dan pengkhianatan, karena itu haram turut menyetujuinya. Tetapi
anehnya PSI dan PKI menyetujui perjanjian itu.
Ketka kabinet Amir jatuh digantikan kabinet
Hatta, walaupun tidak ikut menandatangani Renville tetapi kabinet itu
terikat oleh perjanjian tersebut, sehingga harus melaksanakan beberapa
ponnya. Maka ketika itu NU yang masih bergabung dengan Masjumi menolak,
antara lain penolakan dari Kiai Wahib dan Kiai Hadjit. ]
Tetapi Kiai Wahab Hasbullah berpendapat lain.
Memang NU menganggap bahwa perjanjian Renville merupakan pengkhianatan
dan kejahatan, karena itu NU dan Masjumi harus menolak keras. Tetapi
sebagai bangsa Indonesia setiap warga wajib membela negara ini, karena
itu kita harus ikut dalam Kabinet Hatta, tidak secara kelembagaan atau
partai, secara Partai kita harus menolak, ikut masuk berarti mendukung.
Tetapi secara individu boleh dan harus menelusupkan kader ke dalam
kabinet Hatta justru untuk membendung kemungkaran tersebut. Saran Kiai
Wahab itu diikuti oleh semuanya. Akhirnya Masyumi ikut dalam kabinet
Hatta, saat itu berusaha meluruskan arah republik ini agar tidak
terjebak pada perjanjian yang terlanjur ditandatangani. Kalau hanya
berteriak dari luar kabinet bisa dituduh sebagai makar.
Secara substansi NU menolak perkanjian tersebut
walaupun dengan banayak mengalah, Belanda akan tetap mengkianati juga,
karena itu bentuk erjanjian apapun tujuannya adalah melakukan tipu
muslihat, sebab bagi NU tidak ada kolonial yang berniat baik semua
langkahnya adalah tipu muslihat, tidak dulu tidak sekarang. Dengan
kewaspadaan semacam itu NU tetap mensiagakan Hisbullah dan Sabilillah
untuk menjaga segala kemungkinan yang terjadi.
Benar tidak lama kemudian walaupun pemerintah
Indonesia telah berusaha menjalankan agenda Reville, tetapi Belanda
punya rencana lain dengan kembali melakukan pengkhianatan dengan
melakukan agresi pada 19 Desember 1948. Serbuan ke Indonesia yang
berkekuatan 140.000 orang ditambah 60.000 eara KNIL itu diskenario oleh
CPF Romme, ketua Partai Katolik Belanda. Oleh karena itu di beberapa
tempat agresi Belanda itu menggunakan Sekolah dan Asrama Katolik seperti
di Ambarawa sebagai pangkalan militer Belanda.
Apa yang diperkirakan NU benar, selain menolak
menyerahkan kedaulatan pada belanda, menolak bentuk negara federal yang
merupakan upaya pecah belah, juga Belanda pasti berkhianat, karena itu
NU dengan Hisbullah dan Sabilillahnya meneruskan perjuangan bersenjata
besama kelompok perjuangn lain yang bergadung dalam Volkfron (Fron
perjuangan rakyat) yang kemudian menjadi Persatuan Perjuangan (PP) yang
menghendaki merdeka seratus persen. PP yang dipelpori Tan malaka itu
juga diikuti Oleh jendral Sudirman. Kalangan NU yang dipimpin KH Wahid
Hasyim juga mendukung gerakan itu, sehingga posisinya sangat kuat dalam
melakukan tekanan pada Belanda sehingga pemerintah juga tidak mudah
menyerah.
sumber:http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,7-id,8429-lang,id-c,fragmen-t,NU+Konsisten+Menentang+Renville-.phpx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar