Peran NU dalam Pembangunan Istiqlal
======================
Usaha Soekarno
untuk membangun bangsa ini menjadi bangsa besar tidak main-main, selain
memproklamirkan kemerdekaan, upaya mencarikan landasan berbangsa dengan
menggali sejarah juga dikerjakan. Selain itu upaya untuk menegakkan
harga diri bangsa dengan mencipta karya menumental juga diusahakan. Maka
sejak kemerdekaan kajian sejarah digalakkan dan pembangunan sarana
pendidikan serta pembuatan monumen mulai dari Masjid Istiqlal
(kemerdekaan), Patung Pemuda, Patung Tani, Tugu Selamat datang dan
termasuk Monumen Nasional (Monas). Ini bukan proyek mercusuar seperti
dituduhkan lawannya yang pro-kolonial. Tetapi ini sebuah simbol tegaknya
sebuah bangsa yang mandiri dan bermartabat.
Untuk melaksanakan niat tersebut tentu tidak mudah, selain tidak
punya biaya, juga tantangan dari para musuhnya juga banyak. Suatu ketika
atas desakan warga NU, Saifuddin Zuhri usul menemui Bung Karno, Kenapa
Bung mendahulukan pembangunan Monas padahal Istiqlal belum selesai, mendingan diselesaikan dulu Istiqlalnya baru membangun Monas.
Bukan begitu Bung Saifuddin jawab Bung Karno Pembangunan Istiqlal
tetap merupakan cita-cita tertinggi saya, tetapi membangun watak bangsa
ini juga tidak kalah pentingnya, yang disimbolkan dalam Monas itu, you tahu
kalau Monas ini gagal saya selesaikan, kemudian saya meninggal, maka
tak seorangpun mau melanjutkan, tetapi kalau Istiqlal tidak berhasil
saya selesaikan, maka seluruh umat Islam akan tergerak menyelesaikan.
Tetapi percayalah saya juga akan segera selesaikan itu Istiqlal. Baguslah Bung, sahut Saifuddin. Kami dari NU akan selalu mendukung
gagasan besar Bung.
Lalu malah Bung Karno balik bertanya pada Saifuddin Zuhri, apakah ente tahu riwayat Masjid Istiqlal itu. Ya itu kan bekas benteng Belanda jawab Saifuddin. O.. bukan, ente keliru.
Tempat itu bekas masjid yang dirobohkan kompeni untuk dijadikan
benteng tegas Bung Karno. Karena itu benteng kuhancurkan lalu kubangun
sebuah masjid terbesar di Asia Tenggara, hebat nggak presidenmu ini, tanya Bung Karno membanggakan diri. Ya tentu sajalah, kalau tidak hebat kan tidak dipilih jadi presiden Bung.
Bung Karno agak kesal dengan jawaban Saifuddin yang datar-datar saja,
seolah tak mengagumi kehebatannya. Akhirnya pembangunan terus
dilanjutkan, tetapi karena saking besarnya biaya berapapun yang
dimasukkan habis, sementara masjid tak kunjung selesai. Sementara proses
pembangunan terus dijalankan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar