Perdebatan Menjelang Kelahiran Ansor
========================
(Muktamar NU Ke 14 Magelang)
Kalau selama ini sering terjadi perbedaan pendapan antara
NU dengan Ansor, maka itu bisa dipahami bila dilihat proses kesejarahan
organisasi pemuda NU itu di masa lalu. Dalam Muktamar NU ke-14 di
Magelang pada tahun 1939 kelompok muda NU meminta persetujuan PBNU
terutama pada Muktamirin untuk mengesahkan berdirinya BANU (Barisan
Ansor NU) sebagai sebuah organisasi pemuda militant dengan bentuk jeugdstorm atau jeugdbeweging yang sifatnya lebih dewasa dari sekedar kepanduan.
Walaupun greenlight belum secara formil diberikan oleh NU, akan
tetapi sebagian kaum tua dalam NU telah merestui berdirinya BANU hingga
hampir seluruh kota di Jawa telah berdiri dengan pesatnya. Mereka
mengenakan pakaian seragam kemeja hijau dan celana putih dengan peci dan
dasi berwarna hijau dengan lambang NU berwarna putih. Mereka berbaris
dengan mengikuti alunan suara genderang dan terompet.
Ternyata tidak semua ulama dalam Muktamar ke-14 dapat menyetujui organisasi BANU sebagai sebuah jeugdbeweging yang sudah di luar batas apa yang mungkin bisa diizinkan. Ketika golongan pro dan kontra sudah sampai dipuncaknya, Kiai Wahab cepat naik ke podium. Diperingatkan bahwa pertikaian pendapat terjadi karena kedua pihak belum memahami aspirasinya masing-masing. Kedua pihak bertahan pada posisinya sendiri-sendiri. Diambil contoh oleh Kiai Wahab, ketika bala tentara Islam bertempur menghadapi tentara Parsi, orang-orang Islam dengan pasukan kuda, sedang orang Parsi menggunakan pasukan gajah.
Ternyata tidak semua ulama dalam Muktamar ke-14 dapat menyetujui organisasi BANU sebagai sebuah jeugdbeweging yang sudah di luar batas apa yang mungkin bisa diizinkan. Ketika golongan pro dan kontra sudah sampai dipuncaknya, Kiai Wahab cepat naik ke podium. Diperingatkan bahwa pertikaian pendapat terjadi karena kedua pihak belum memahami aspirasinya masing-masing. Kedua pihak bertahan pada posisinya sendiri-sendiri. Diambil contoh oleh Kiai Wahab, ketika bala tentara Islam bertempur menghadapi tentara Parsi, orang-orang Islam dengan pasukan kuda, sedang orang Parsi menggunakan pasukan gajah.
Akan tetapi karena kuda orang-orang Islam tidak pernah mengenal
gajah, demikian halnya gajah-gajah orang Parsi sama sekali belum pernah
makhluk yang bernama kuda, yang dikendarai orang Islam, maka kedua
angkatan perang ini tidak pernah bisa bertempur, baru berhadap-hadapan
saja masing-masing kuda dan gajah lari tunggang langgang. Melihat
gelagat itu panglima pasukan Islam mempunyai sebuah gagasan, agar
orang-orang Islam membeli gajah sebanyak-banyaknya, lalu dilatih
berhari-hari supaya �hidup� rukun dengan kudanya masing-masing.
Ketika dipandang telah tiba waktunya, pasukan Islam menyerang tentara
gajah Parsi. Kuda orang Islam yang telah mengenal gajah-gajah dengan
mudah menggempur pasukan gajah orang Parsi, sebaliknya gajah orang Parsi
yang tidak pernah bergaul dengan kuda tetap mempunyai ketakutan kepada
kuda, hingga akhirnya mereka dengan mudah diserbu kuda orang-orang
Islam. Kekalahan orang Parsi menurut Kiai Wahab antara lain karena
gajah-gajah mereka tidak pernah ber-�komunikasi� dengan kuda, akibatnya
mereka takut dan dapat ditaklukkan.
�Kita memerlukan gajah dan kuda sekaligus� kata Kiai Wahab �toh keduanya sama-sama makan rumput. Sebab itu kita kumpulkan mereka dalam satu kandang, yakni kandang Nahdlatul Ulama.�
Setelah mendengar argumen Kiai Wahab itu kontan saja para Muktamirin dengan suara bulat menyetujui berdirinya BANU dengan uniform pakaian hijau putih, dengan genderang dan terompetnya. Jurang telah dijembatani. Kalangan Syuriyah merestui dan mendorong aktivitas BANU karena memahami aspirasi kaum muda yang disiapkan untuk mewaris kepemimpinan di masa datang, demikian pula anak-anak muda tetap mentaati kaidah-kaidah Syuriyah agar aspirasinya tetap diatas garis kebenaran, agar tidak hanyut dalam gelombang modernisasi asal sembarang modernisasi yang tidak karuan ujung pangkalnya. (MDZ)
�Kita memerlukan gajah dan kuda sekaligus� kata Kiai Wahab �toh keduanya sama-sama makan rumput. Sebab itu kita kumpulkan mereka dalam satu kandang, yakni kandang Nahdlatul Ulama.�
Setelah mendengar argumen Kiai Wahab itu kontan saja para Muktamirin dengan suara bulat menyetujui berdirinya BANU dengan uniform pakaian hijau putih, dengan genderang dan terompetnya. Jurang telah dijembatani. Kalangan Syuriyah merestui dan mendorong aktivitas BANU karena memahami aspirasi kaum muda yang disiapkan untuk mewaris kepemimpinan di masa datang, demikian pula anak-anak muda tetap mentaati kaidah-kaidah Syuriyah agar aspirasinya tetap diatas garis kebenaran, agar tidak hanyut dalam gelombang modernisasi asal sembarang modernisasi yang tidak karuan ujung pangkalnya. (MDZ)
(Dikutip dari Buku Saifuddin Zuhri, Kiai Wahab Hasbullah Bapak dan Pendiri NU, Pustaka Falakhiyah Yogya, 1983.)
sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,7-id,7640-lang,id-c,fragmen-t,Perdebatan+Menjelang+Kelahiran+Ansor-.phpx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar