Sejarah Awal Lahirnya Teknologi Nuklir
===========================
Sejarah
Dalam
kehidupan sehari-hari, reakasi nuklir jarang sekali berkaitan dengan
fenomena alam. Sebagian besar fenomena alam dalam kehidupan sehari-hari
hanya melibatkan gravitasi dan elektromagnetik.
Inti atom terdiri dari muatan positif dan neutron, diantara muatan positif dalam
inti atom timbul gaya saling tolak (saling menjauh), namun hal ini
masih dapat ditahan oleh suatu gaya sehingga inti atom bermuatan positif
tersebut tidak saling menjauh (Binding energy).
Pada
tahun 1896, Henri Becquerel meneliti fenomena fosforesensi pada garam
uranium yang kemudian dia sebut dengan radioaktivitas. Bersama dengan
sepasang ilmuawan lain, Pierre Curie dan Marie Curie, mereka telah
memulai penelitian terkait dengan fenomena ini. Dalam prosesnya, mereka
mengisolasi unsur radium yang sangat radioaktif. Mereka menemukan bahwa
material radioaktif memproduksi gelombang yang intens, yang mereka namai
dengan alfa, beta, dan gamma. Beberapa jenis radiasi yang mereka
temukan mampu menembus berbagai material dan semuanya dapat menyebabkan
kerusakan. Seluruh peneliti radioaktivitas pada masa itu menderita luka
bakar akibat radiasi, yang mirip dengan luka bakar akibat sinar
matahari, dan hanya sedikit yang memikirkan hal itu.
Fenomena
baru mengenai radioaktivitas diketahui sejak adanya paten di dunia
kedokteran yang melibatkan bahan radioaktiv. Secara perlahan, diketahui
bahwa radiasi yang diproduksi oleh peluruhan bahan radioaktif adalah
radiasi pengion. Banyak peneliti bahan radioaktif di masa lalu mati
karena kanker akibat dari paparan yang mereka terima dari bahan
radioaktiv.
Setelah
pemahaman tentang nuklir semakin maju, pemahaman akan karakteristik
atau sifat radioaktifitas menjadi lebih baik. Beberapa inti atom yang
berukuran besar cenderung tidak stabil, sehingga terjadi peluruhan
sampai terbentuknya inti stabil. Pemahaman akan tiga bentuk radiasi yang
ditemukan oleh Becquerel dan Curie juga semakin baik, peluruhan alfa
terjadi ketika inti atom melepaskan partikel alfa, yaitu dua proton dan
dua neutron, setara dengan inti atom helium; peluruhan beta terjadi
ketika pelepasan partikel beta, yaitu elektron berenergi tinggi;
peluruhan
gamma merupakan pelepasan sinar gamma, peluruhan gamma tidak sama
dengan radiasi alfa dan beta, namun merupakan radiasi elektromagnetik
dengan frekuensi dan energi yang sangat tinggi. Ketiga jenis radiasi
terjadi secara alami, dan radiasi sinar gamma adalah yang paling
berbahaya dan sulit ditahan.
Reaksi
Nuklir Fisi adalah proses pembelahan inti menjadi atom-atom yang lebih
kecil dan disertai dengan pelepasan energi dan neutron. Jika neutron ini
ditangkap oleh inti atom lainnya yang tidak stabil , makan inti
tersebut akan membelah juga, memicu reaksi berantai. Jika jumlah
rata-rata neutron yang diepaskan per inti atom yang melakukan fisi ke
inti atom lain disimbolkan dengan k, maka nilai k yang lebih besar dari 1
menunjukkan bahwa reaksi fisi melepaskan lebih banyak neutron dari pada
jumlah yang diserap, sehingga dapat dikatakan bahwa reaksi ini dapat
berdiri sendiri. Massa minimum dari suatu material fisi yang mampu
melakukan reaksi fisi berantai yang dapat berdiri sendiri dinamakan
massa kritis.
Ketika
neutron ditangkap oleh inti atom yang tepat, fisi akan terjadi dengan
segera, atau inti atom akan berada dalam kondisi yang tidak stabil dalam
waktu yang singkat.
Ketika
ditemukan pada masa Perang Dunia II, hal ini memicu beberapa negara
untuk memulai program penelitian mengenai kemungkinan membuat bom atom,
sebuah senjata yang menggunakan reaksi fisi untuk menghasilkan energi
yang sangat besar, jauh melebihi peledak kimiawi (TNT, dsb). Proyek
Manhattan, dijalankan oleh Amerika Serikat dengan bantuan Inggris dan
Kanada, mengembangkan senjata fisi yang digunakan untuk melawan Jepang
di tahun 1945. Selama proyek tersebut, reaktor fisi pertama
dikembangkan, meski awalnya digunakan hanya untuk pembuatan senjata dan
bukan untuk menghasilkan listrik untuk masyarakat.
Namun,
jika neutron yang digunakan dalam reaksi fisi dapat dikendalikan,
misalnya dengan bahan penyerap neutron, dan kondisi tersebut masih
menjadikan massa material nuklir berstatus kritis, maka reaksi fisi
dapat dikendalikan. Hal inilah yang yang mendasari prinsip kerja reaktor
nuklir. Neutron bergerak dengan kecepatan yang sangat tinggi, untuk
mengendalikan neutro agar tidak berekasi dengan inti yang lain, maka
neutron harus diperlambat dengan menggunakan bahan penyerap neutron
sebelum akhirnya mereka bisa dengan mudah ditangkap. Saat ini, metode
seperti ini umum digunakan untuk menghasilkan listrik.
Reaksi Nuklir Fusi
Jika
dua inti atom bertabrakan, terdapat kemungkinan terjadi reaksi nuklir
fusi. Proses ini akan melepas atau menyerap energi. Jika inti atom hasil
tabrakan lebih ringan dari besi, maka pada umumnya rekasi nuklir fusi
akan melepaskan energi, namun jika inti atom hasil tabrakan lebih berat
dari besi, maka pada umumnya reaksi nuklir fusi akan menyerap energi.
Proses reaksi nuklir fusi yang paling sering terjadi adalah pada
bintang, energi reaksi nuklir fusi yang terjadi pada bintang dihasilkan
dari rekasi nuklir fusi hidrogen dan menghasilkan helium. Dari reaksi
nuklir fusi, bintang-bintang juga membentuk unsur unsur ringan seperti
lithium dan kalsium melalui stellar nucleosynthesis.
Proses
alami dari astrofisika ini bukanlah contoh dari teknologi nuklir.
Karena daya dorong energi yang tinggi dari inti atom, fusi sulit untuk
dilakukan dalam keadaan terkendali (contoh: bom hidrogen). Fusi
terkontrol bisa dilakukan dalam akselerator partikel, yang merupakan
suatu system bagaimana unsur sintetis dibuat. Kesulitan teknis dan
teoritis menghalangi pengembangan teknologi fusi nuklir untuk
kepentingan sipil, meski penelitian mengenai teknologi ini di seluruh
dunia terus berlanjut sampai sekarang.
Fusi
nuklir secara teoritis mulai diteliti ketika Perang Dunia II, ketika
para peneliti Proyek Manhattan yang dipimpin oleh Edward Teller
menelitinya sebagai metode pembuatan bom. Proyek ini ditinggalkan
setelah menyimpulkan bahwa hal ini memerlukan reaksi fisi untuk
mengaktifkan bom hidrogen. Hal ini terus terjadi hingga pada tahun 1952,
peledakkan bom hidrogen pertama dilakukan. Disebut bom hidrogen karena
memanfaatkan reaksi antara deuterium dan tritium, isotop dari hidrogen.
Reaksi fusi menghasilkan energi lebih besar per satuan massa material
dibandingkan reaksi fisi, namun lebih sulit menjadikannya bereaksi
secara berantai. (Akhmad Khusyairi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar