Respon Para Kiai dan Kaum Intelektual Pada NU Muktamar NU
=======================
Muktamar NU kedua
yang diselenggarakan pada tahun 1927 itu tergolong Muktamar yang meriah
bayangkan Muktamar yang diselenggarakan di Hotel Muslimin Paneleh
Surabaya tersebut dihadiri oleh 18 ribu jamaah, terdiri dari 150 kiai,
dari seluruh penjuru tanah Jawa bahkan beberapa dating dari perwakilan
ulama sunni dari luar negeri. Mereka dating dengan biaya sendiri bahkan
menginfakkan sebagaian hartanya untuk NU yang baru berdiri itu. Kibaran
bendera NU yang baru saja diciptakan menambah semarak dan membuat
suasana syahdu hajatan NU tertinggi itu, sehingga mamapu menggetarkan
jiwa para Muktamiirin dan hadirin yang mendambakan kedamaian dan
kemerdekaan.
Ternyata Muktamar itu tidak hanya menyedot perhatian kaum santri dan
nahdliyin khususunya tetapi juga mendapatkan dukungan besar dari para
aktivis pergerakan atau kebangkitan nasional dan kaum intelektual pada
umumnya, mereka hadir pada acara Muktamar itu seperti pendiri dan ketua
Budi Utomo Dr. R. Soetomo, Dr. RM Haryo Suyono. Kedekatan Soetomo dengan
Kiai Wahab maupun Kiai Hasyim Asy'ari memang sudah lama terbina, yakni
sejak awal zaman pergerakan, karena itu pikirannya berbeda dengan kaum
terpelajar lainnya yang Nirlando centrisme (berkiblat Belanda). Walaupun
terpelajar secara Barat, tetapi Soetomo terdidik secara Timur (Islam),
karena itu dalam Polemik Kebudayaan melawan ST Alisjahbana, Dr Soetomo
dengan gigih membela tradisi pesantren yang hendak dibabat S. Takdir.
Dengan adanya ikatan budaya dengan NU itu Soetomo hadir dalam Muktamar
NU.
Dukungan Soetomo pada Nu sangatjelas sebab Nu memiliki pendidikan
pesantren yang mengutamakan pendidikan moral, sementara sekolah Belanda
hanya memberikan pengajaran tanpa pendidikan, karena itu tidak bisa
membentuk karakter kebangsaan. Maka lembaga pendidikan tradisional yang
mampu melakukan pendidikan, tidak hanya pengajaran, karena itu gerakan
Nu untuk melestarikan pendidikan tradisional mesti didukung sebagai
tandingan atas persekolahan Barat yang hanya akademistis, tanpa
memberikan pendidikan budi pekerti pribumi yang sangat diperlukan dalam
memabngun karakter bangsa ini.
Selain perorangan hadir pula 45 organisasi pergerakan. Dari kalangan
pejabat hadir tiga orang penghulu landraat, seorang anjun penghulu,
empat orang naib serta empat orang wakil pemerintah. Dan yang paling
menonjol adalah hadirnya seorang tokoh legendaries, kader dari Snouck
Horgronje yakni Van Der Plas. Orang ini tidak hanya pandai bahasa
melayu dan bahyasa daerah lainnya, tetapi juga pandai berbagahasa Arab
seperti gurunya. Hadirnya van Der Plas dalam forum semacam ini
sebenarnya tidak lebih sebagai upaya untuk mengamat-amati gerak gerik
organisas yang baru ini, baik untuk kepentingan akademis maupun
kepentingan politik, karena pada akhirnya tokoh Belanda ini menjadi
Gubernur Jawa Timur yang sangat dekat dengan kalanagan Kiai, karena itu
ada orang yang memutar balik sejarah bahwa kelahiran NU dimotori oleh
Van Der Plas untuk menghalangi gerakan kemerdekaan. Tentu tuduhan palsu
itu tanpa didasarkan pada fakta sejarah yang sesungguhnya.
Perlu diketahui bahwa NU lahir melalui proses panjang, sejak dari
Nahdlatut Tujjar, Nahdlatul Wathan, Taswirul Afkar dan sebagainya, maka
eksponen dalam tiap tiap embiro NU tersebut dilibatkan dalam Muktamar.
Demikian juga dalam Muktamar II ini dihadiri beberapa orang kaum dagang
yang dulunya tergabung dalam Nahdlatut Tujjar seperti HA Kahar
(Surabaya), HA. Syukur (Kediri), H. Hasan Surati (Malang) dan
sebagainya. Mereka itu para hartawan yang menanggung seluruh beaya
perhelatan besar ini. Karena itu dalam muqarrarat (ketetapan) Muktamar
ini banyak membicarakan soal hukum dagang seperti penebasan, surat
berharga dan sebagainya. Sementara itu dari kalangan Taswirul Afkar
banyak memberikan pemikiran mengenai pengembangan pemikiran Islam
seperti gagasan penerjemahan khutbah jumat, persoalan kesenian dan
sebagainya. Sedangkan kalangan Nahdlatul Wathan benyak memberikan
masukan tentang pengembangan pendidikan, terutama pendidikan agama di
sekolah Belanda.
Walaupun Muktamar waktu itu hanya berlangsung tiga hari tiga malam,
tetapi karena waktu dimanfaatkan secara intensif, semua terkonsentrasi
ke masalah substansi bukan perebutan posisi, maka beberapa keputusan
pening bisa tercapai. Dan kalau dilihat sebagian besar keputusan
bersifat di sekitar persoalan social keagamaan dan ekonomi. Belum
kelihatan persoalan politik direspon. Hal itu terjadi karena ormas dan
organisasi saat itu sangat ketat di bawah pengawasan kolonial. Karena
itu khotbah Iftitah yang disampaikan Rais Akbar (Kiai Hasyim Asy'ari)
selalu dalam bahasa Arab, yang merupakan stategi perjuangan, demikian
halnya semua keputusan juga ditulis dalam bahasa Arab, minimal bahasa
jawa tulisan Arab, ini juga merupakan satategi mengindari tekanan
Belanda, yang terus-menerus mengintai gerakan NU.
sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,7-id,7645-lang,id-c,fragmen-t,Respon+Para+Kiai+dan+Kaum+Intelektual+Pada+NU+Muktamar+NU-.phpx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar