Indonesia Raya Berkumandang di Pesantren
====================
Senin, 24/07/2006 22:49
BAGI Belanda
mengucapkan istilah Indonesia saja, sudah merupakan kategori subversif,
penggunanya bisa ditangkap menurut undang undang kolonial. Tetapi ketika
menjelang kemerdekaan Soekarno telah mengutus para komponis untuk
menciptakan lagu kebangsaan. Akhirnya karya komponis muda WR Soepratman
berjudul Indonesia Raya yang dipilih sebagai lagu kebangsaan, karena
benar-benar mewakili filosofi bangsa ini dan memiliki heroisme
sebagaimana yang dibutuhkan.
Tetapi ingat, saat lagu itu digubah, masih zaman kolonial, maka lagu
kebangsan itu dilarang. Tetapi karena itu sebuah tuntutan dan harapan,
maka secara diam-diam dipelajari dan menyebar ke seluruh lapisan
masyarakat, tidak terkecuali kalangan pesantren yang saat itu merupakan
basis perlawanan terhadap kolonial. Lagu kebangsaan itu dengana
sendirinya sangat popular di kalangan ustadz dan santri. Tidak hanya
menghibur, tetapi juga mampu menggugah spirit perjuangan.
Setiap
hari, menjelang pengajian, seluruh santri pesantren Tebuireng Jombang
bersama para ustaz menyanyikan lagu Indonesia raya dengan hikmat.
Kebiasan yang berjalan sejak 1935-an, bukan perintah dari Kiai Hasyim
Asy’ari, tetapi ia membenarkan langkah para santri itu. Toh mereka
belajar sendiri dan menyayikan sendiri secara spontan. Lagi pula berguna
untuk memperkuat integritas kebangsaan dan semanagat perjuangan. Tentu
saja langkah subversif itu segera mendapat sorotan dari pemrintah
kolonial, teguran pun dilayangkan pada sang Kiai.
Karena tidak mungkin bagi Kiai Hasyim untuk menghentikan dinamika
perjuangan kaum muda itu, maka kebiasan tersebut dibiarkan. Apalagi
pesantren besar itu telah berpengalaman dalam menghadapi serangan
Belanda, dibakar pada tahun 1914, selain itu juga banyak diganggu
kegiatannya. Maka ketika mendapat teguran dari Belanda, pesantren itu
tetap menjalankan kegiatannya, karena dinilai sangat berguna.
Melihat keteguhan sikap pesantren itu Belanda tidak berhenti mengintai pesantren tersebut, berbagai gangguan dan ancaman dilakukan. Tetapi pesantren dengan pimpinan kiai kharismatik itu tetap berjuang melakukan perlawanan.
Melihat keteguhan sikap pesantren itu Belanda tidak berhenti mengintai pesantren tersebut, berbagai gangguan dan ancaman dilakukan. Tetapi pesantren dengan pimpinan kiai kharismatik itu tetap berjuang melakukan perlawanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar