HUKUM SHOLAT DI ATAS KAPAL LAUT / PERAHU
Pertanyaan :
Assalamu'alaikum..
Saya mau bertanya. Ketika ada seseorang yang shalat di atas perahu, pertama-tama dia memang benar-benar sudah menghadap qiblat, tapi ketika dia ruku’ perahu itu berbelok karena mengikuti besarnya arus pada air. Lalu bagaimana hukum shalatnya?
(Dari : Kan Sas).
Jawaban:
Wa alaikum salam warohmatulloh wabarokatuh..
Hukum shalatnya tetap sah, namun bila tidak bisa menyempurnakan rukun-rukunnya seperti berpaling dari arah qiblat maka shalatnya wajib i'adah (mengulang) ketika telah sampai di darat. Karena untuk shalat di atas perahu pun harus menyempurnakan rukun-rukunnya.
Orang yang menaiki perahu wajib menghadap qiblat serta menyempurnakan rukun-rukunnya shalat baik perahunya berhenti ataupun berlayar, karena tidak ada kesulitan baginya dan hal ini disepakati ulama, hukum ini berlaku bagi setiap pengemudinya sedang bagi kelasinya yang menentukan arah perahu menurut pengarang kitab al Haawy dan Abu al Makarim baginya boleh tidak menghadap kiblat dalam shalat-shalat sunah saat perahunya berlayar.
Di dalam kitab Al Umm dijelaskan: Dan tidak diperkenankan bagi orang yang naik perahu, rakit atau sesuatu yang ia kendarai dilaut untuk shalat sunat sesuai arah perahunya tapi dia menghadaplah kiblat meskipun ia tenggelam maka bergantunglah pada kayu, shalatlah dengan menghadap arah kiblat dengan menggunakan isyarat kemudian baginya wajib mengulangi setiap shalat wajib yang ia kerjakan dalam kondisi tersebut bila ia mengerjakan shalatnya dengan tidak menghadap kiblat dan tidak perlu baginya mengulangi shalat wajibnya dalam kondisi tersebut bila ia kerjakan dalam posisi ia menghadap kiblat.
Inti yang pokok adalah wajib berputar menghadap qiblat kembali jika perahunya menghadap ke arah selain kiblat sebab diterpa angin, dan meneruskan sholat.
(Dijawab oleh: Al Murtadho, Kudung Khantil Harsandi Muhammad dan Ubaid Bin Aziz Hasanan).
Referensi:
1. Al Majmu' ala Syarh al Muhaddzab 3/233
اما الراكب في سفينة فيلزمه الاستقبال
واتمام الاركان سواء كانت واقفة أو سائرة لانه لا مشقة فيه وهذا متفق عليه
هذا في حق ركابها الاجانب اما ملاحها الذى يسبرها فقال صاحب الحاوى وابو
المكارم يجوز له ترك القبلة في نوافله في حال تسييره
2. Al Umm 1/98
ﻭﻟﻴﺲ ﻟﺮﺍﻛﺐ ﺍﻟﺴﻔﻴﻨﺔ ﻭﻟﺎ ﺍﻟﺮﻣﺚ ﻭﻟﺎ ﺷﻲﺀ ﻣﻤﺎ
ﻳﺮﻛﺐ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﺤﺮ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻰ ﻧﺎﻓﻠﺔ ﺣﻴﺚ ﺗﻮﺟﻬﺖ ﺑﻪ ﺍﻟﺴﻔﻴﻨﺔ ﻭﻟﻜﻦ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻥ ﻳﻨﺤﺮﻑ ﺇﻟﻰ
ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ ﻭﺇﻥ ﻏﺮﻕ ﻓﺘﻌﻠﻖ ﺑﻌﻮﺩ ﺻﻠﻲ ﻋﻠﻰ ﺟﻬﺘﻪ ﻳﻮﻣﺊ ﺇﻳﻤﺎﺀ ﺛﻢ ﺃﻋﺎﺩ ﻛﻞ ﻣﻜﺘﻮﺑﺔ
ﺻﻠﺎﻫﺎ ﺑﺘﻠﻚ ﺍﻟﺤﺎﻝ ﺇﺫﺍ ﺻﻠﺎﻫﺎ ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮ ﻗﺒﻠﺔ ﻭﻟﻢ ﻳﻌﺪ ﻣﺎ ﺻﻠﻰ ﺇﻟﻰ ﻗﺒﻠﻪ ﺑﺘﻠﻚ
ﺍﻟﺤﺎﻝ
3. Al Majmu' ala Syarh al Muhaddzab 3/240-241
وتصح الفريضة في السفينة الواقفة والجارية والزورق المشدود بطرف الساحل بلا خلاف إذا استقبل القبلة وأتم الاركان
فرع : قال اصحابنا إذا صلي الفريضة في
السفينة لم يجز له ترك القيام مع القدرة كما لو كان في البر وبه قال مالك
واحمد وقال أبو حنيفة يجوز إذا كانت سائرة قال اصحابنا فان كان له عذر من
دوران الرأس ونحوه جازت الفريضة قاعدا لانه عاجز فان هبت الريح وحولت
السفينة فتحول وجهه عن القبلة وجب رده إلى القبلة ويبى علي صلاته بخلاف ما
لو كان في البر وحول انسان وجهه عن القبلة قهرا فانه تبطل صلاته كما سبق
بيانه قريبا قال القاضي حسين والفرق أن هذا في البر نادر وفى البحر غالب
وربما تحولت في ساعة واحدة مرارا
فرع : قال أصحابنا ولو حضرت الصلاة
المكتوبة وهم سائرون وخاف لو نزل ليصليها علي الارض الي القبلة انقطاعا عن
رفقته أو خاف علي نفسه أو ماله لم يجز ترك الصلاة وإخراجها عن وقتها بل
يصليها على الدابة لحرمة الوقت وتجب الاعادة لانه عذر نادر
sumber:http://www.fikihkontemporer.com/2013/09/hukum-shalat-di-atas-kapal-laut-perahu.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar