ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Rabu, 13 November 2013

Ketentuan hukum bagi wanita yang tidak dinafkahi suaminya

==================

Ketentuan hukum bagi wanita yang tidak dinafkahi suaminya


Pertanyaan :
Assalamualaikum, maaf saya mau bertanya dikit nih, saya sekarang ini lagi ditimpa musibah, saya sekarang mengalami sakit, dan sakit ini lebih 2 tahun saya derita tanpa ada suami disisi, dia pergi merantau ke luar, pertama dia kirim nafkah buat makan dan berobatan dan setelah bulan-bulan berikutnya menghilang tanpa ada berita, sampai saat ini, tapi kalau seandainya ada seorg laki-laki menaruh hati dan kasihan melihat penderitaan ini dan ingin menikahi, apakah saya boleh melakukan nikah lagi, sementara suami sendiri belum menceraikan saya?
Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih..

( Dari : Afni Nasution )


Jawaban :
Wa'alaikum salam warohmatullohi wabarokatuh

Apabila seorang suami tidak memberikan nafkah sama sekali kepada istrinya, maka ada dua pilihan yang bisa dilakukan istrinya :

1. Bersabar dengan keadaan yang dihadapinya, dan mennafkahi dirinya sendiri dengan harta yang ia miliki, atau ia berhutang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan nantinya harta yang ia gunakan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya akan menjadi hutang yang harus dibayar oleh suaminya, apabila ia menafkahi dirinya berdasarkan kebutuhan yang wajib diberikan suami kepada istri, sedangkan apabila ia menafkahi dirinya dengan kebutuhan yang melebihi kebutuhan yang wajib diberikan suami, maka yang menjadi hutang suami hanya sebatas kebutuhan yang wajib saja.

2. Apabila ia tidak sabar atau sudah tidak tahan pada keadaan yang sedang ia hadapi, maka diperbolehkan baginya untuk mengajukan fasah nikah ke pengadilan.
Adapun tatacara mengajukan fasah nikah adalah istri melapor kejadian perkaranya ke Pengadilan, dan memberikan bukti bahwa suaminya tidak mampu memeberi nafkah kepadanya, kemudian Pengadilan wajib memberikan tenggang waktu selama tiga hari bagi suami meskipun suami tidak memintanya, hal ini dilakukan untuk membuktikan bahwa  suami benar-benar tidak mampu memberikan nafkah.

Dan setelah masa tenggang terakhir, apabila seorang suami masih tidak mampu memberikan nafkah, maka Pengadilan berhak mengabulkan fasah nikah tersebut dan keduanya dinyatakan berpisah, tidak ada hubungan suami istri lagi diantara mereka.

Ketentuan diatas berlaku apabila suaminya memang tidak mampu memberi nafkah, sedangkan apabila apabila suami itu sebenarnya mampu memberi nafkah, hanya saja ia tidak mau memberikan nafkah, maka bagi sang istri tidak boleh mengajukan fasah nikah, karena masih memungkinkan baginya untuk menuntut nafkahnya lewat jalur Pengadilan. Baru jika memang suami benar-benar tidak mau memberi nafkah, diperbolehkan baginya untuk mengajukan fasah nikah

Diantara dalil dari ketentuan diatas adalah penjelasan dalam al-qur'an ;

فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ

"Lalu menahan diri dengan cara yang baik atau berpisah dengan cara yang baik." (Q.S. Al-Baqoroh : 229)

Meskipun ayat ini menjelaskan masalah talak, namun hal ini juga berlaku dalam fasah nikah. Dalam satu hadits yang diriwayatkan Abi Az-Zinad dijelaskan ;

سَأَلْتُ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيِّبِ عَنِ الرَّجُلِ لَا يَجِدُ مَا يُنْفِقُ عَلَى امْرَأَتِهِ قَالَ: " يُفَرَّقُ بَيْنَهُمَا " قَالَ أَبُو الزِّنَادِ قُلْتُ: سُنَّةً, قَالَ: سَعِيدٌ: سُنَّةً

"Aku bertanya pada Said bin Al-Musayyab tentang seorang laki-laki yang tidak mempunyai harta untuk menafkahi istrinya, beliau menjawab : "Keduanya dipisahkan", Abi Az-Zinad bertanya, : "(Apakah hal tersebut adalah) sunnah (tuntunan) nabi?", beliau menjawab : "(Ketentuan tersebut adalah) sunnah nabi". (Sunan Al-Kubro, no.10707 dan Sunan Ad-Daruquthni, no.3783).

Imam Syafi'i menjelaskan, yang dimaksud dari kata "sunnah" yang diucapkan Sa'id bin Al-musayyab adalah bahwa ketentuan ketentuan tersebut berasal dari Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam.

Kesimpulannya, selama istri belum mengajukan fasah nikah ke pengadilan dengan ketentuan-ketentuan diatas atau suami belum menceraikan istrinya, maka bagi istri tersebut tidak diperbolehkan menikah lagi. Wallohu a'lam.  

( Dijawab oleh : Farid Muzakki, Kudung Khantil Harsandi Muhammad, Hanya Ingin Ridlo Robby, Cinok Ayu Wardhani dan Siroj Munir )


Referensi :
1. Hasyiyah Al-Bajuri Ala Fathul Qorib, Juz : 2  Hal : 193-194
2. Hasyiyah Al-Bujairomi Alal Khotib, Juz : 4  Hal : 100
3. Kifayatul akhyar, Juz : 1  Hal : 444
4. As-Sunan Al-Kubro Lil Baihaqi, Juz : 7  Hal : 773


Ibarot :
Hasyiyah Al-Bajuri Ala Fathul Qorib, Juz : 2  Hal : 193-194


وإن أعسر بنفقتها) أي المستقبلة (فلها) الصبر على إعساره وتنفق على نفسها من مالها أو تقترض ويصير ما أنفقته دينا عليه، ولها (فسخ النكاح). وإذا فسخت حصلت المفارقة، وهي فرقة فسخ، لا فرقة طلاق. وأما النفقة الماضية فلا فسخ للزوجة بسببها
....................................
قوله : (وإن أعسر الخ) خرج بقوله أعسر, ما إذا أيسر لكن إمتنع من الإنفاق عليها, فليس لها الفسخ لتمكنها من تحصيل حقها بالحاكم, سواء حضر الزوج أو غاب, وإن لم يترك لها شيأ في غيبته ولو غاب مدة طويلة –إلى أن قال
قوله : (فلها الصبر على إعساره) أشار بذلك إلى أن محل قول المصنف "فلها فسخ النكاح" إذا لم تصبر, فهي مخير بين الصبر والفسخ –إلى أن قال
قوله : (ويصير ما أنفقته دينا عليه) أي إن كان بقدر الواجب, بخلاف ما إذا كان ماأنفقته زائدا على قدر الواجب فلا يصير دينا عليه الا قدر الواجب, فلو قال : "وصارت النفقة دينا عليه" لكان أولى, وتصير دينا عليه وإن لم يفرضها القاضي لأنها تمليك فهي كسائر الديون المستقرة
قوله : (ولها فسخ النكاح) وطريقة الفسخ : أن ترفع الأمر إلى القاضي أو المحكم بشرطه ويثبت عنده إعسار الزوج بإقراره أو ببينة. ثم بعد ثبوت إعسار ه يجب إمهاله ثلاثة أيام وإن لم يطلب الإهمال

Hasyiyah Al-Bujairomi Alal Khotib, Juz : 4  Hal : 100

وإن أعسر) الزوج (بنفقتها) المستقبلة لتلف ماله مثلا فإن صبرت بها وأنفقت على نفسها من مالها أو مما اقترضته صار دينا عليه وإن لم يفرضها القاضي كسائر الديون المستقرة فإن لم تصبر (فلها فسخ النكاح) بالطريق الآتي لقوله تعالى: {فإمساك بمعروف أو تسريح بإحسان} [البقرة: 229] فإذا عجز عن الأول تعين الثاني ولأنها إذا فسخت بالجب والعنة فبالعجز عن النفقة أولى، لأن البدن لا يقوم بدونها بخلاف الوطء
........................................
قوله: (بالطريق الآتي) وهي إمهاله ثلاثة أيام والرفع للقاضي وإذنه لها في الفسخ كما يأتي قوله: {أو تسريح بإحسان} [البقرة: 229] فيه أن الكلام في الفسخ منها والتسريح طلاق، وعبارة م ر بعد قول المنهاج فلها الفسخ على الأظهر لخبر الدارقطني والبيهقي «في الرجل لا يجد شيئا ينفقه على امرأته يفرق بينهما» وقضى به عمر - رضي الله عنه - ولم يخالفه أحد من الصحابة اهـ

Kifayatul akhyar, Juz : 1  Hal : 444


وإن أعسر بنفقتها فلها الفسخ وكذا إن أعسر بالصداق قبل الدخول
..................................
إذا عجز الزوج عن القيام بمؤن الزوجية الموظفة عليه فالذي نص عليه الشافعي قديما وجديدا أنها بالخيار إن شاءت صبرت وأنفقت من مالها أو اقترضت وأنفقت على نفسها ونفقتها في ذمته إلى أن يوسر وإن شاءت طلبت فسخ النكاح وقال في موضع آخر وقيل لا خيار لها وللأصحاب خلاف في ذلك وبالجملة فالمذهب أن لها أن تفسخ وبه قال مالك وأحمد رضي الله عنهما روي أنه عليه الصلاة والسلام سئل عمن يعسر بنفقة امرأته فقال يفرق بينهما وسئل ابن المسيب عن ذلك فقال يفرق بينهما فقيل له سنة فقال سنة قال الشافعي الذي يشبه قول ابن المسيب أنه سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم


As-Sunan Al-Kubro Lil Baihaqi, Juz : 7  Hal : 773

وأخبرنا أبو عبد الله الحافظ في آخرين قالوا: نا أبو العباس محمد بن يعقوب، أنا الربيع بن سليمان، أنا الشافعي، أنا سفيان، عن أبي الزناد قال: سألت سعيد بن المسيب عن الرجل لا يجد ما ينفق على امرأته قال: " يفرق بينهما " قال أبو الزناد قلت: سنة قال: سعيد: " سنة " قال الشافعي: والذي يشبه قول سعيد سنة أن تكون سنة من رسول الله صلى الله عليه وسلم
 
sumber:http://www.fikihkontemporer.com/2012/12/ketentuan-hukum-bagi-wanita-yang-tidak.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar