Kajian Kitab Safinatun Naja : Syarat-Syarat Wudhu'
فَصْلٌ : شُرُوْطُ الْوُضُوْءِ عَشَرَةٌ
الإِسْلاَمُ
وَالتَّمْيِيْزُ
وَالنَّقَاءُ عَنِ الْحَيْضِ، والنِّفَاسِ
وَعَمَّا يَمْنَعُ وُصُوْلَ الْمَاءِ إِلَى الْبَشَرَةِ
وَأَنْ لاَ يَكُوْنَ عَلَى الْعُضْوِ مَا يُغَيِّرُ الْمَاءَ
وَالْعِلَمُ بِفَرْضِيَّتِهِ
وَ أَنْ لاَ يَعْتَقِدَ فَرْضَاً مِنْ فًرُوْضِهِ سُنَّةً
وَالْمَاءُ الطَّهُوْرُ
وَدُخُوْلُ الْوَقْتِ وَالْمُوَالاَةُ لِدَائِمِ الْحَدَثِ
الإِسْلاَمُ
وَالتَّمْيِيْزُ
وَالنَّقَاءُ عَنِ الْحَيْضِ، والنِّفَاسِ
وَعَمَّا يَمْنَعُ وُصُوْلَ الْمَاءِ إِلَى الْبَشَرَةِ
وَأَنْ لاَ يَكُوْنَ عَلَى الْعُضْوِ مَا يُغَيِّرُ الْمَاءَ
وَالْعِلَمُ بِفَرْضِيَّتِهِ
وَ أَنْ لاَ يَعْتَقِدَ فَرْضَاً مِنْ فًرُوْضِهِ سُنَّةً
وَالْمَاءُ الطَّهُوْرُ
وَدُخُوْلُ الْوَقْتِ وَالْمُوَالاَةُ لِدَائِمِ الْحَدَثِ
[Pasal] Syarat-syarat wudlu ada 10 :
1. Islam
2. Tamyiz
3. Bersih dari haidh
4. Bersih dari nifas
5. Bebas dari sesuatu yang bisa menghalangi sampainya air ke kulit
6. Tidak terdapat sesuatu pada anggota wudlu’ yang bisa merubah air
7. Mengetahui kewajiban wudhu
8. Tidak meyakini fardhu-fardhu wudhu sebagai suatu kesunatan
9. (Menggunakan) air yang suci dan mensucikan
10. Harus setelah memasuki waktu shalat bagi orang yang “dai’mul hadats” (selalu berhadats)
1. Islam
2. Tamyiz
3. Bersih dari haidh
4. Bersih dari nifas
5. Bebas dari sesuatu yang bisa menghalangi sampainya air ke kulit
6. Tidak terdapat sesuatu pada anggota wudlu’ yang bisa merubah air
7. Mengetahui kewajiban wudhu
8. Tidak meyakini fardhu-fardhu wudhu sebagai suatu kesunatan
9. (Menggunakan) air yang suci dan mensucikan
10. Harus setelah memasuki waktu shalat bagi orang yang “dai’mul hadats” (selalu berhadats)
Penjelasan
SYARAT-SYARAT WUDHU
SYARAT-SYARAT WUDHU
Syarat sah mengerjakan wudhu yang sekiranya apabila salah satunya tidak
terpenuhi maka wudhu tidak dihukumi sah, itu jumlahnya ada 10.
Penjelasannya secara rinci adalah sebagai berikut :
1. Islam
Wudhu hanya bisa sah apabila dikerjakan oleh seorang muslim, karena itu orang kafir tidak sah mengerjakan wudhu sebab wudhu merupakan ibadah badaniah (ibadah yang dikerjakan oleh anggota badan yang nampak) yang disyaratkan bagi yang mengerjakannya harus beragama islam dan juga membutuhkan niat, karena itu orang kafir tidak sah mengerjakan wudhu.
2. Tamyiz
Orang yang mengerjakan wudhu disyaratkan harus sudah tamyiz agar wudhu yang dikerjakannya dihukumi sah, karena itu wudhu yang dikerjakan oleh anak kecil yang belum tamyiz tidak sah. Sebab wudhu membutuhkan niat yang berfungsi untuk membedakan antara pekerjaan yang bersifat ibadah dengan yang lainnya.
3. Suci dari haidh dan nifas
Wanita yang sedang dalam keadaan haidh dan nifas tidak sah apabila mengerjakan wudhu, begitu juga tidak sah mandi besar yang dikerjakan dengan niat menghilangkan hadat, bahkan hal tersebut harom dilakukan oleh wanita yang sedang haidh dan nifas. Sebab wudhu adalah ibadah, sedangkan orang yang sedang mengeluarkan darah haidh atau nifas bukanlah termasuk orang yang diperintahkan untuk mengerjakan ibadah tersebut.
4. Bersihnya anggota badan dari perkara yang dapat mencegah sampainya air keanggota tubuh
Anggota badan orang yang wudhu disyaratkan harus bersih dari perkara yang akan menghalang-halangi sampainya air pada kulit bagian luar, seperti adanya benda padat yang menempel pada anggota badan yang wajib dibasuh dalam wudhu, Adapun kotoran yang ada dibawah kuku apabila kotoran tersebut berasal dari benda lain maka harus dibersihkan, namun apabila berasal dari keringat tubuh yang mengendap maka tidak wajib dihilangkan.
5. Tidak terdapat sesuatu pada anggota wudlu’ yang bisa merubah air
Maksudnya adalah pada anggota tubuh orang yang wudhu tidak terdapat sesuatu yang akan membuat air yang digunakan wudhu menjadiberubah yang mana perubahan tersebut sampai merubah kemutlakan air, seperti ada minyak za’faron pada anggota badan dan saat menempel pada air yang digunakan wudhu minyak tersebut merubah air menjadi seperti minyak, namun apabila perubahannya hanya sedikit air tersebut masih bisa digunakan bersuci.
6. Mengetahui kewajiban wudhu
Orang yang wudhu harus mengerti bahwa wudhu yang dikerjakan hukumnya adalah wajib. Jadi apabila ia ragu-ragu mengenai kewajibannya atau ia meyakini bahwa wudhu sebelum sholat bagi orang yang hadats hukumnya sunat, maka wudhunya tidak sah.
7. Tidak meyakini fardhu-fardhu wudhu sebagai suatu kesunatan
Artinya wudhu seseorang dihukumi sah apabila :
a) Mengetahui dengan pasti mana yang wajib dan mana yang sunat
b) Meyakini bahwa semua yang ia kerjakan adalah wajib
c) Meyakini bahwa sebagian yang ia kerjakan adalah wajib dan sebagian yang lainnya adalah sunat, tanpa tahu persis mana yang wajib dan mana yang sunat, semisal ia ditanya mana yang wajib dan mana yang sunat ia menjawab; “saya tidak tahu”.
Dalam ketiga keadaan tersebut wudhu yang dikerjakan seseorang dihukumi sah. Yang dihukumi tidak sah adalah apabila seseorang meyakini bahwa salah satu fardhu-fardhu tersebut hukumnya sunat.
8. Menggunakan air yang suci dan mensucikan
Air yang digunakan untuk wudhu haruslah air yang suci dan mensucikan, jadi apabila yang digunakan adalah air yang suci tapi tidak bisa menyucikan seperti air musta’mal dan air yang terkena najis mka wuhunya tidak sah.
Delapan syarat diatas adalah syarat yang diberlakukan secara umum, sedangkan bagi orang yang terus menerus berhadats, seperti wanita yang sedang mengeluarkan darah istihadhoh dan orang yang tidak bisa berhenti mengeluarkan air kencing, maka terdapat 2 syarat tambahan, yaitu :
1. Masuknya waktu sholat, jadi apabila wudhunya dilakukan sebelum masuknya waktu maka wudhunya tidak sah dan harus diulangi lagi saat waktu sholat telah masuk.
2. Muwalah (terus menerus dalam mengerjakan fardhu-fardhu wudhu). Maksud dari muwalah adalah membasuh/mengusap anggota badan sebelum keringnya anggota badan sebelumnya.
Lebih jelasnya, urutan dari perkara-perkara yang harus dikerjakan orang yang selalu berhadats adalah :
a) Membersihkan najisnya
b) Menempelkan kapas pada tempat keluarnya darah kecuali saat puasa.
c) Jika kapas tersebut tidak mencukupi, karena darah yang keluar banyak semisal, maka ditambah dengan perban
d) Setelah waktu sholat masuk, bergegas melakukan wudhu dan sholat.
1. Islam
Wudhu hanya bisa sah apabila dikerjakan oleh seorang muslim, karena itu orang kafir tidak sah mengerjakan wudhu sebab wudhu merupakan ibadah badaniah (ibadah yang dikerjakan oleh anggota badan yang nampak) yang disyaratkan bagi yang mengerjakannya harus beragama islam dan juga membutuhkan niat, karena itu orang kafir tidak sah mengerjakan wudhu.
2. Tamyiz
Orang yang mengerjakan wudhu disyaratkan harus sudah tamyiz agar wudhu yang dikerjakannya dihukumi sah, karena itu wudhu yang dikerjakan oleh anak kecil yang belum tamyiz tidak sah. Sebab wudhu membutuhkan niat yang berfungsi untuk membedakan antara pekerjaan yang bersifat ibadah dengan yang lainnya.
3. Suci dari haidh dan nifas
Wanita yang sedang dalam keadaan haidh dan nifas tidak sah apabila mengerjakan wudhu, begitu juga tidak sah mandi besar yang dikerjakan dengan niat menghilangkan hadat, bahkan hal tersebut harom dilakukan oleh wanita yang sedang haidh dan nifas. Sebab wudhu adalah ibadah, sedangkan orang yang sedang mengeluarkan darah haidh atau nifas bukanlah termasuk orang yang diperintahkan untuk mengerjakan ibadah tersebut.
4. Bersihnya anggota badan dari perkara yang dapat mencegah sampainya air keanggota tubuh
Anggota badan orang yang wudhu disyaratkan harus bersih dari perkara yang akan menghalang-halangi sampainya air pada kulit bagian luar, seperti adanya benda padat yang menempel pada anggota badan yang wajib dibasuh dalam wudhu, Adapun kotoran yang ada dibawah kuku apabila kotoran tersebut berasal dari benda lain maka harus dibersihkan, namun apabila berasal dari keringat tubuh yang mengendap maka tidak wajib dihilangkan.
5. Tidak terdapat sesuatu pada anggota wudlu’ yang bisa merubah air
Maksudnya adalah pada anggota tubuh orang yang wudhu tidak terdapat sesuatu yang akan membuat air yang digunakan wudhu menjadiberubah yang mana perubahan tersebut sampai merubah kemutlakan air, seperti ada minyak za’faron pada anggota badan dan saat menempel pada air yang digunakan wudhu minyak tersebut merubah air menjadi seperti minyak, namun apabila perubahannya hanya sedikit air tersebut masih bisa digunakan bersuci.
6. Mengetahui kewajiban wudhu
Orang yang wudhu harus mengerti bahwa wudhu yang dikerjakan hukumnya adalah wajib. Jadi apabila ia ragu-ragu mengenai kewajibannya atau ia meyakini bahwa wudhu sebelum sholat bagi orang yang hadats hukumnya sunat, maka wudhunya tidak sah.
7. Tidak meyakini fardhu-fardhu wudhu sebagai suatu kesunatan
Artinya wudhu seseorang dihukumi sah apabila :
a) Mengetahui dengan pasti mana yang wajib dan mana yang sunat
b) Meyakini bahwa semua yang ia kerjakan adalah wajib
c) Meyakini bahwa sebagian yang ia kerjakan adalah wajib dan sebagian yang lainnya adalah sunat, tanpa tahu persis mana yang wajib dan mana yang sunat, semisal ia ditanya mana yang wajib dan mana yang sunat ia menjawab; “saya tidak tahu”.
Dalam ketiga keadaan tersebut wudhu yang dikerjakan seseorang dihukumi sah. Yang dihukumi tidak sah adalah apabila seseorang meyakini bahwa salah satu fardhu-fardhu tersebut hukumnya sunat.
8. Menggunakan air yang suci dan mensucikan
Air yang digunakan untuk wudhu haruslah air yang suci dan mensucikan, jadi apabila yang digunakan adalah air yang suci tapi tidak bisa menyucikan seperti air musta’mal dan air yang terkena najis mka wuhunya tidak sah.
Delapan syarat diatas adalah syarat yang diberlakukan secara umum, sedangkan bagi orang yang terus menerus berhadats, seperti wanita yang sedang mengeluarkan darah istihadhoh dan orang yang tidak bisa berhenti mengeluarkan air kencing, maka terdapat 2 syarat tambahan, yaitu :
1. Masuknya waktu sholat, jadi apabila wudhunya dilakukan sebelum masuknya waktu maka wudhunya tidak sah dan harus diulangi lagi saat waktu sholat telah masuk.
2. Muwalah (terus menerus dalam mengerjakan fardhu-fardhu wudhu). Maksud dari muwalah adalah membasuh/mengusap anggota badan sebelum keringnya anggota badan sebelumnya.
Lebih jelasnya, urutan dari perkara-perkara yang harus dikerjakan orang yang selalu berhadats adalah :
a) Membersihkan najisnya
b) Menempelkan kapas pada tempat keluarnya darah kecuali saat puasa.
c) Jika kapas tersebut tidak mencukupi, karena darah yang keluar banyak semisal, maka ditambah dengan perban
d) Setelah waktu sholat masuk, bergegas melakukan wudhu dan sholat.
Referensi
1. Ghoyatul Muna, Hal : 176 - 179
1. Ghoyatul Muna, Hal : 176 - 179
Kajian Kitab : “Safinatun Najah Fi ma Yajibu `alal Abdi Li Maulah"
Karya : Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadhromi
Oleh : Siroj Munir
sumber:http://www.fikihkontemporer.com/2013/05/kajian-kitab-safinatun-naja-syarat_18.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar